REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) DKI Jakarta menyatakan dampak kerugian akibat virus corona bisa lebih besar jika tidak menggunakan biaya tidak terduga (BTT) untuk menanggulangi penyebaran di Ibu Kota. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menggelontorkan anggaran Rp54 miliar untuk menanggulangi penyebaran corona.
"BTT ini untuk membiayai kejadian (penyebaran COVID-19) yang apabila tidak segera ditangani akan dapat menimbulkan kerugian lebih besar bagi daerah," kata Kepala BPKD DKI Jakarta, Edi Sumantri di Balai Kota Jakarta, Selasa (10/3).
Anggaran BTT tersebut, dasar hukumnya adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12/2019 yang mengamanatkan untuk dimungkinkan menggunakan anggaran belanja tidak terduga dengan kriteria untuk mengatasi kejadian di luar kemampuan daerah. "Oleh karena itu, dari anggaran BTT yang tersedia, DKI Jakarta telah mengalokasikan sebesar Rp54 miliar dari belanja itu kepada belanja kegiatan untuk penanganan COVID-19 ini di Dinas Kesehatan yang mungkin akan kami salurkan dan diluncurkan dalam waktu dekat ini," kata Edi menambahkan.
Secara detil, anggaran Rp54 miliar itu dianggarkan berkaitan dengan pelaksanaan tugas kesehatan misalkan pembelian alat pelindung diri (APD) bagi petugas kesehatan dan keperluan lainnya. Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta, Widyastuti mengatakan dana tersebut selain untuk penguatan APD, juga untuk penguatan tambahan alat kesehatan pada dua fasilitas kesehatan yang diusulkan oleh Pemprov DKI Jakarta untuk menjadi rumah sakit rujukan yakni RSUD Cengkareng dan RSUD Pasar Minggu yang kini sudah menerima pasien kategori Pasien Dalam Pengawasan (PDP).
"Ada beberapa yang harus kami persiapkan, terutama di RSUD Cengkareng dan juga penguatan APD bagi para petugas kesehatan di Jakarta," ujar Widyastuti.
Karena, kata Widyastuti, penyakit COVID-19 ini ada dua aspek penanggulangan, pertama aspek klinis yang terkait dengan layanan di dalam gedung rumah sakit lokasi perawatan yang harus mempertimbangkan prinsip pencegahan pengalihan (penularan) infeksi, sehingga perlu alat pelindung yang khusus.
"Kemudian juga aspek upaya kesehatan masyarakat yang dilakukan teman-teman kami di lapangan, baik itu di Puskesmas, Sudin Kesehatan, dan Dinas Kesehatan, turun memantau dan menginvestigasi atau penyelidikan epidemiologi di lapangan, sehingga juga membutuhkan APD. Termasuk keperluan sarana untuk usaha disinfeksi atau dekontaminasi," ucap Widyastuti
Hingga saat ini, jumlah pasien positif terinfeksiCOVID-19 di Indonesia mencapai 27 kasus yang tersebar di beberapa daerah danJakartapaling banyak kasusnya.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta yang diperbaharui terakhir pada 9 Maret 2020, 68 orang masih berstatus Orang Dalam Pantauan (ODP) dengan 310 orang selesai pemantauan. Sementara masih ada 87 orang dalam perawatan dengan status Pasien Dalam Pengawasan (PDP) dengan 79 orang dinyatakan sehat dan boleh pulang.