REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) merilis 1.209 kasus penyakit demam berdarah dengue (DBD) terjadi di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT) selama periode 1 Januari 2020 hingga 11 Maret 2020. Bahkan kematian akibat DBD di Sikka hingga 14 jiwa atau sekitar 30 persen dari total kasus.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengungkap sebenarnya angka DBD di Sikka sudah tinggi sejak 10 tahun terakhir. Tetapi, dia melanjutkan, kasus DBD kembali tinggi tahun ini karena faktor perilaku masyarakat setempat seperti menimbun ban, menanam tanaman hidroponik yang tergenang air di bawahnya.
"Jadi kasus DBD di Kabupaten Sikka termasuk salah satu yang terbesar. Hingga 11 Maret 2020, sebanyak 1.209 kasus DBD terjadi di Sikka dan angka kematiannya hingga 14 jiwa anak berusia 14 tahun atau sekitar 30 persen dari kematian total," ujarnya saat temu media mengenai update DBD, di Kemenkes, di Jakarta, Rabu (11/3) sore.
Ia menambahkan, banyaknya kasus di Sikka membuat pasien di kabupaten itu mendapat pelayanan kesehatan bukan di ruang perawatan. Nadia mengaku fasilitas kesehatan di sana telah menambah ruang perawatan medis di klinik geriatri karena kapasitas tempat tidur di rumah sakit terbatas.
Padahal, dia menambahkan, kalau pasien DBD yang dirawat dalam jumlah besar dan masih terkendali maka bisa mendapatkan pelayanan kesehatan lebih baik. Selain itu, ia menambahkan, pihak fasilitas pelayanan kesehatan menyiasati membludaknya pasien dengan merujuk pasien DBD ke fasilitas kesehatan lain.
"Karena bukan hanya DBD yang dirawat di rumah sakit di situ kan melainkan juga tipes, jantung, hingga kanker. Jadi kalau banyak pasien DBD maka kapasitas RS tidak mencukupi," katanya.
Tak hanya itu, ia mengakui tidak semua pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) di Sikka memiliki kemampuan tenaga kesehatan yang sama dalam mendeteksi dan merawat pasien DBD. Selain itu ia mengakui ada juga masyarakat yang tidak mau dirujuk sehingga sangat terlambat untuk ditangani. Padahal pasien ini seharusnya sudah harus dirujuk tetapi tidak mau.
"Kemudian begitu penderita DBD sudah memasuki fase agak tidak sadar atau syok kemudian baru dirujuk. Padahal di kondisi tertentu, pasien sudah tidak bisa dikembalikan kondisinya jadi lebih baik, makanya 14 orang itu tidak tertolong," ujarnya.
Apalagi, ia menjelaskan Sikka merupakan daerah yang cukup jauh jaraknya ketika akan merujuk pasien di Kota Maumere.
Sebelumnya Nadia menyebutkan mulai 1 Januari 2020 hingga pekan ke-11 tahun ini atau 11 Maret 2020, kasus dan kematian akibat DBD terus terjadi. "Total kematian 104 jiwa dan total kasus 17.781," ujarnya saat dihubungi Republika, Selasa (10/3).
Ia menambahkan, total kasus dan kematian tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Ia memperinci angka kematian terbesar di NTT yaitu 32 jiwa, Jawa Barat 15 jiwa, Jawa Timur 13, Lampung 11, Jawa Tengah empat, Bengkulu tiga, Sulawesi Tenggara tiga, Sulawesi Barat dua, Kalimantan Tengah dua, Kalimantan Timur dua, Sumatra Utara dua, Kalimantan Barat dua, Kalimantan Selatan dua, Riau dua, Sulawesi Tengah dua, Sulawesi Utara dua, Jambi satu, Kepulauan Riau satu, Bangka Belitung satu, Sumatra Selatan satu, dan Nusa Tenggara Barat satu.
Sementara itu, ia menyebutkan puluhan ribu kasus DBD terjadi di 371 kabupaten/kota di 28 provinsi melaporkan kasus DBD. Rinciannya 3.423 kasus di Lampung, NTT 2.711 kasus, Jawa Timur 1.761 kasus, Jawa Barat 1.420 kasus, Jambi 703 kasus, Jawa Tengah 648 kasus, Riau 602 kasus, Sumatra Selatan 593 kasus, DKI Jakarta 583, Nusa Tenggara Barat 558 kasus, Sumatra Barat 490 kasus, Kalimantan Selatan 425 kasus, Sulawesi Utara 424 kasus, Kalimantan Barat 412 kasus, Sumatra Utara 399 kasus, Bangka Belitung 379, Kalimantan Timur 285 kasus, Kepulauan Riau 273, Yogyakarta 272, Kalimantan Tengah 246, Bengkulu 205, Sulawesi Tenggara 188, Aceh 179, Sulawesi Barat 177, Banten 128, Sulawesi Tengah 108, Sulawesi Selatan 98, Maluku Utara 91.
"Bahkan, kabupaten yang menetapkan kejadian luar biasa (KLB) adalah Kabupaten Sikka dan Kabupaten Belitung," katanya.
Untuk menangani kasus DBD, Nadia mengaku pihaknya telah menerapkan mesin fogging, raket nyamuk, insektisida, larvasida, dan repellent nyamuk. Selain itu, ia menambahkan, pihaknya melakukan pendampingan dan evaluasi fogging. Tak hanya itu, ia menyebutkan survei dan pengendalian vektor juga telah dilakukan. Kemudian ia menambahkan, Kemenkes juga memantau kasus dan menganalisa data di posko DBD.
"Khusus Kabupaten Sikka juga ada penambahan tenaga kesehatan, baik dari kabupaten lain atau dari TNI dan tentunya TNI yang ada di Kabupaten Sikka," katanya.