REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Platform teknologi finansial (tekfin) peer to peer lending, PT Amartha Mikro Fintek atau Amartha sedang intens membahas produk syariahnya dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Vice President Amartha, Aria Widyanto, mengatakan proses ini berjalan dengan lancar tanpa kendala.
"Saat ini kami masih dalam tahap berkonsultasi dengan OJK agar bisa melengkapi dokumen-dokumen dan persyaratan compliance yang diperlukan," katanya kepada Republika, Rabu (18/3).
Sejauh ini pembahasan dan perencanaan produk berjalan dengan lancar dan sesuai rencana. Aria berharap produk bisa diluncurkan pada kuartal II 2020. Rencana awal menyebut produk syariah akan diluncurkan pada perayaan #Amartha10Tahun di April 2020.
Aria mengatakan produk syariah ini dibuat atas dasar permintaan. Berdasarkan riset internal Amartha, ada kebutuhan di market Amartha untuk produk syariah. Baik dari sisi lender maupun borrower.
Secara umum, layanan yang diberikan akan mirip. Namun produk syariah akan disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku. Akadnya akan menggunakan syariah yakni mudharobah. Sesuai permintaan dari otoritas syariah, Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) Amartha juga akan bekerja sama dengan bank syariah.
"Dari dewan syariah menyarankan untuk banknya juga syariah, dan sudah kami persiapkan," katanya.
Untuk awalan, Amartha akan bekerja sama dengan dua bank syariah. Namun demikian, Aria mengatakan saat ini Amartha belum memutuskan untuk memilih bank yang mana.
Amartha merupakan fintech peer to peer lending (p2p lending) berdampak sosial yang fokus pada pemberdayaan perempuan pelaku usaha mikro di pedesaan. Saat ini Amartha mengantongi izin p2p lending konvensional dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), walaupun dalam praktiknya Amartha telah menjalankan prinsip lending syariah.