Kamis 19 Mar 2020 12:53 WIB

Puluhan Dokter di Bulgaria Mengundurkan Diri

Petugas medis di Bulgaria tak diberi alat pelindung diri yang memadai hadapi corona

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Christiyaningsih
Petugas medis di Bulgaria tak diberi alat pelindung diri yang memadai hadapi corona. Ilustrasi.
Foto: The Central Hospital of Wuhan via Weibo/Hando
Petugas medis di Bulgaria tak diberi alat pelindung diri yang memadai hadapi corona. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, SOFIA -- Puluhan dokter dan perawat di dua rumah sakit di ibu kota Bulgaria, Sofia menyerahkan surat pengunduran diri. Mereka memutuskan untuk resign setelah pihak rumah sakit meminta mereka merawat pasien yang terinfeksi virus corona jenis baru atau Covid-19.

Para tenaga medis mengatakan mereka tidak diberikan perlengkapan dan peralatan pelindung diri untuk merawat pasien corona. Pengajuan resign para tenaga medis itu dilakukan beberapa hari setelah parlemen Bulgaria memberlakukan keadaan darurat. Salah satu dokter dari Second City Hospital, Kamelia Bachovska, mengatakan kepada Aljazirah bahwa dia dan 84 rekannya telah menyerahkan surat pengunduran diri.

Baca Juga

"Rumah sakit tidak memiliki alat pelindung dan bukan hanya rumah sakit kami yang tidak punya, selebihnya juga tidak punya. Artinya, hampir setiap dokter di Bulgaria berisiko jatuh sakit karena ini, terutama di antara kami, dokter yang lebih tua, yang termasuk dalam kategori berisiko tinggi," kata Bachovska.

Bachovska menjelaskan rumah sakit tidak memiliki kemampuan sanitasi dan peralatan yang diperlukan untuk menampung pasien dengan penyakit menular. Dia juga mengatakan mayoritas dokter dan perawat di fasilitas kesehatan mendekati usia pensiun atau sudah bekerja saat pensiun. Mereka takut merawat pasien tanpa menggunakan alat pelindung dengan benar.

Pekan lalu, setidaknya enam anggota staf medis di Rumah Sakit St Sophia di ibu kota juga menyerahkan pengunduran diri mereka serta menyatakan keprihatinan yang sama. Menurut Andrei Kotsev anggota sindikat independen Zashtita yang melakukan kontak dengan staf, selain tidak memiliki alat pelindung mereka juga tidak diberi instruksi yang tepat mengenai prosedur untuk memastikan isolasi dan keamanan pasien lain.

"Mereka hanya menerima sekotak baju pelindung setelah kami membawa media ke rumah sakit," ujar Kotsev.

Kotsev menerima laporan dari berbagai rumah sakit bahwa mereka mengalami kekurangan persediaan masker dan alat pelindung diri. Menurutnya, sangat tidak adil jika mengkritik sikap dokter yang menuntut perlindungan sebelum merawat pasien Covid-19. Sebab, para tenaga medis akan berada di garis depan dalam memerangi pandemi tersebut.

"Jika dokter meninggal karena mereka tidak dilindungi, siapa yang akan merawat pasien? (Pihak berwenang) belum menyediakan pasokan pelindung untuk para dokter, tetapi pada saat yang sama mereka menuduh para dokter telah meninggalkan tugas," kata Kotsev.

Kepala Inspektur di Kementerian Kesehatan Angel Kunchev mengatakan semua rumah sakit yang diinstruksikan untuk merawat pasien Covid-19 telah diberi persediaan yang diperlukan. Dalam sebuah wawancara telepon, dia menolak kritik bahwa pihak berwenang bekerja sangat lambat dalam menanggapi penyebaran pandemi virus corona. 

"Saya mengerti bahwa rekan-rekan dari Second City Hospital takut akan hal yang tidak diketahui. Tetapi saya tidak menerimanya karena kita berbicara tentang virus pneumonia yang mereka temui setiap musim flu," ujar Kunchev.

Dalam konferensi pers pada Rabu lalu, Kepala Satuan Tugas Darurat Covid-19 Ventsislav Mutafchiyski mengumumkan bahwa jumlah kasus virus corona yang dikonfirmasi di Bulgaria mencapai 92. Sejauh ini dua orang telah meninggal dunia yakni seorang wanita berusia 66 tahun dan suaminya yang berusia 74 tahun. Sebelumnya Mutafchiyski menunjukkan alat pelindung diri yang mulai diproduksi oleh pabrik-pabrik di Bulgaria sebagai respons terhadap pandemi Covid-19.

Pada Senin lalu, media lokal melaporkan bahwa Bulgaria tidak akan berpartisipasi dalam memesan pasokan medis dari Uni Eropa, meski negara tersebut mengalami kekurangan pasokan. Perdana Menteri Boyko Borisov mengatakan alasannya adalah masalah teknis.

Jumlah dokter di Bulgaria sangat tidak memadai sehingga memaksa rumah sakit untuk mempekerjakan para tenaga medis yang sudah pensiun. Kepala Persatuan Dokter Bulgaria, Stoyan Borisov, mengatakan antara 250 hingga 300 dokter bekerja di luar negeri setiap tahunnya.

Awal pekan ini, anggota parlemen mengusulkan beberapa langkah untuk mengatasi situasi darurat di negara itu, termasuk denda uang bagi dokter yang menolak untuk merawat pasien Covid-19. Pemerintah juga mengumumkan akan meningkatkan gaji staf medis yang berpartisipasi dalam merawat pasien Covid-19 sebanyak 1.000 leva atau 560 dolar AS.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement