Ahad 22 Mar 2020 06:34 WIB

Polri dan Kemendag Diminta Selidiki Mahalnya Harga APD

Ancaman hukuman pidananya hingga 5 tahun penjara dan denda Rp 50 milyar.

Rep: Ali Mansur/ Red: Muhammad Fakhruddin
Ilustrasi perawat mengenakan pakaian alat pelindung diri (APD).
Foto: Abdan Syakura
Ilustrasi perawat mengenakan pakaian alat pelindung diri (APD).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA --  Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Arsul Sani, mengaku telah menerima keluhan dari para dokter dan tenaga medis di berbagai daerah yang kesulitan mendapatkan berbagai Alat Pelindung Diri (APD). Padahal mereka memerlukan APD untuk menjalankan tugasnya sebagai garda terdepan penanggulangan penanganan wabah virus Corona atau Covid-19.

Oleh karena itu, Arsul mendesak Polri dan Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk melakukan penyelidikan stok APD di lapangan karena sangat dibutuhkan oleh tenaga medis di daerah. Kalaupun ada APD pada supliernya maka harganya melonjak tidak masuk akal. Bahkan bukan hanya masker saja harganya ratusan ribu rupiah. 

"Ada dokter yang infokan bahwa ada baju hazmat yang hanya sekali pakai (disposable) biasanya hanya puluhan ribu rupiah tapi kini ratusan ribu rupiah. Sedang baju hazmat yang bisa dicuci dan dipakai ulang sudah tembus satu juta," keluh Sekjen Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dalam keterangannya, Sabtu (21/3).

Untuk itu, Arsul Sani mendesak Polri bekerja sama PPNS dari Kemendag untuk turun menyelidiki apa yang dikeluhkan oleh para tenaga medis dan rumah sakit ini. Memang bisa jadi kelangkaan APD itu karena stocknya menipis akibat permintaan melonjak pesat. Namun kemungkinan ini termasuk yang harus diselidiki.

"Perusahaan dan suplier APD itu kan tidak banyak, sehingga para penyelidik diharapkan tidak banyak menemui kesulitan," tegasnya.

Arsul juga meminta agar dalam proses penyelidikan itu Polri dan PPNS atau pejabat berwenang Kemdag turun mendatangi mereka. Kemudian lakukan pengecekan terhadap arus suplai-distribusi APD mereka dan melihat harganya di lapangan. Lebih jauh, ketentuan pidana dalam Pasal 107 dan 108 UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dapat diperguakan sebagai dasar hukum pidana materielnya. 

"Dengan menggunakan Pasal 107 tersebut, Polri atau PPNS yang berwenang memproses hukum terhadap siapapun yang menimbun atau menyimpan barang penting seperti APD pada saat terjadi kelangkaan sedang barang tersebut dibutuhkan," tutur Arsul Sani.

Adapun, kata Arsul, ancaman hukuman pidananya hingga 5 tahun penjara dan denda Rp 50 milyar. Sedangkan berdasarkan Pasal 108 UU 7/2014, mereka yang melakukan manipulasi data atau informasi mengenai barang penting seperti APD tersebut diancam pidana penjara  4 tahun dan denda Rp10 milyar. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement