Ahad 22 Mar 2020 07:24 WIB

Negara-Negara Maju dengan Ribuan Kasus Corona

Sejumlah negara juga banyak yang mengerahkan militer guna memperingatkan warganya.

Rep: Fergi Nadira / Red: Agus Yulianto
Ilustrasi Penyebaran Virus Corona(MgIT03)
Foto: MgIT03
Ilustrasi Penyebaran Virus Corona(MgIT03)

REPUBLIKA.CO.ID,  ROMA - Sejumlah negara maju dibayangi keterpurukan akibat virus korona jenis baru atau Covid-19. Puluhan ribu warga di sejumlah negara maju kini terpapar Covid-19, bahkan ribuan warga meregang nyawa akibat virus yang dijadikan pandemi global oleh WHO ini.

Covid-19 adalah penyakit pernapasan yang sangat menular. Pemerintah di setiap benua telah menerapkan langkah-langkah penahanan dari menghentikan perjalanan hingga menghentikan berbagai kegiatan sosial.

Korban meninggal dunia dari virus ini telah melampaui 5.000 di Eropa. Italia, Spanyol, dan Jerman melaporkan peningkatan tajam dalam infeksi dan jumlah kematian.

Italia tercatat sebagai negara maju di Eropa yang mengalami dampak paling parah akibat pandemi ini. Pemerintah Italia melaporkan 793 kasus baru, Sabtu (21/3). Ini adalah hari kedua berturut-turut dari peningkatan harian terbesar dalam penyebaran pandemi selama empat pekan di negara itu. Total kematian di Italia pun kini mencapai 4825 jiwa, sangat melampaui Cina sebagai pusat pandemi.

Jumlah kematian di Spanyol juga mencengangkan dengan peningkatan tajam lebih dari 1.300 orang meninggal akibat Covid-19. "Jumlah kematian Spanyol dari epidemi virus korona melonjak pada Sabtu menjadi 1.326 dari 1.002 pada hari sebelumnya, Jumat," tertulis data terbaru Kementerian Kesehatan negara itu. Jumlah kasus yang tercatat di Spayol juga naik menjadi 24.926 dari 19.980 pada penghitungan sebelumnya. 

Sementara itu, jumlah kasus virus korona baru di Jerman telah meningkat 2.705 dalam sehari, sehingga,  Robert Koch Institute (RKI)  mencatat total kasus mencapai 16.662, per Sabtu (21/3). "Total 47 orang telah meninggal setelah dites positif, angka ini meningkat 16 dari penghitungan 31 yang diterbitkan pada Jumat," kata pernyataan RKI.

Di Swiss, kasus Covid-19 juga meningkat. Sekitar 25 persen pasien bertambah sebanyak 6.100 kasus infeksi. Kementerian Kesehatan Swiss mneagtakan, 26 orang meninggal akibat Covid-19. "Situasi di Ticini sangat tegang," ujar Kepala Divisi Penyakit Menular Kantor Federal, Daniel Koch.

Pasalnya rumah sakit di Ticini berbatasan dengan Italia yang kini berada sebagai pusat pandemi Eropa. Penghitungan terbaru secara nasional Siwss naik lebih dari 1.200 kasus dalam sehari, sementara kematian juga naik 13 pada Jumat.

Sementara itu, di Prancis, jumlah orang yang terpapar korona hingga Sabtu tercatat sebanyak 12.612 kasus. Pejabat tinggi kesehatan Prancis Jerome Salomon mengatakan, 450 orang meninggal akibat virus.

Dia mendata, 5.226 orang telah dirawat di rumah sakit karena positif Covid-19, dan sebanyak 1.300 di antaranya dirawat intensif. "Setengah dari pasien dalam perawatan intensif berada di bawah usia 60. Epidemi ini juga dapat menimpa kaum muda," katanya memperingatkan.

Amerika Serikat (AS) juga memiliki jumlah kasus siginifikan dalam angka kematian dan kasus-kasus positif di seluruh negara bagiannya. Hingga Sabtu (21/3), AS mencatat 22.738 kasus positif infeksi Covid-19, sementara 288 orang meninggal dunia akibat virus yang Donald Trump katakan sebagai virus Cina, yang ditolak Cina.

Negara-negara maju pun memberlakukan kebijakan nasional masing-masing negara untuk mengekang penyebaran virus. Banyak negara yang melakukan lockdown, menutup sekolah, universitas, membatasi perjalanan luar negeri, hingga memberlakukan jam malam.

Sejumlah negara juga banyak yang mengerahkan militer guna memperingatkan warganya untuk terus berada di dalam rumah, kecuali hal-hal mendesak dan soal membeli kebutuhan pangan. Banyak negara meminta penduduknya untuk menjaga jarak sosial, berdiam di rumah jika tidak ada kepentingan apapun, dan menangguhkan acara-acara besar demi menurunkan kurva penularan virus.

Kendati demikian, negara-negara kaya bukan berarti mengabaikan negara-negara berkembang, dan miskin yang juga berjuang melawan virus ini. Negara-negara Afrika misalnya, meski belum melaporkan jumlah kenaikan signifikan akibat virus

Namun, ada kekhawatiran yang semakin besar bahwa beberapa negara akan segera melihat wabah besar yang tidak dapat mereka atasi. Menurut WHO, potensi kelumpuhan sistem perawatan kesehatan yang sudah rentan tidak hanya akan memiliki dampak drastis pada kesehatan populasi, tetapi juga dapat mendorong orang lebih jauh ke dalam kemiskinan dan kekurangan.

Jika negara-negara berkembang tidak sanggup menghadapi pandemi, ada ancaman penyakit itu semakin meawabah di negara-negara berkembang. Bahkan jika itu dikendalikan di negara-neagra maju, dan tak terhindarkan menyebar kembali ke negara di Amerika Utara dan Eropa.

Guna menghindari hal itu, para ahli menilai negara-negara kaya harus tetap fokus untuk membantu negara-negara lain yang sistem perawatan kesehatannya lemah, meskipun kenyataannya mereka berjuang sendiri melawan penyakit ini. "Negara-negara berpenghasilan tinggi benar-benar dikonsumsi dengan apa yang terjadi di negara mereka sendiri, tetapi akan lebih baik jika mereka dapat memberikan setidaknya beberapa fokus kepada negara-negara miskin," ujar Wakil presiden eksekutif Global Center for Development yang berbasis di Washington, Amanda Glassman dikutip Inter Press Service News Agencies, Ahad (23/3).

"Jika hal-hal tidak dikendalikan di negara-negara yang kurang berkembang, itu bisa kembali menyakiti negara-negara maju di kemudian hari," tambahnya. Sejauh ini terdapat 298.380 infeksi Covid-19 di seluruh dunia, dengan total kematian 12.836 jiwa.

sumber : Reuters /IPSNews
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement