REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPR RI Achmad Baidowi menjelaskan kontroversi terkait tes cepat (rapid test) Covid-19 untuk anggota DPR RI. DPR RI berencana melakukan pembelian 40 ribu alat rapid test.
Sebanyak 38 ribuan alat akan disumbangkan ke RS/layanan kesehatan lainnya. "Sedangkan yang 2.000 alat rapid test dipersiapkan untuk anggota DPR beserta keluarganya. Artinya dari segi jumlah lebih banyak yang disumbangkan," ujar Baidowi saat dikonfirmasi, Selasa (24/3).
Ia menyebut, tes tersebut merupakan hasil sumbangan pimpinan dan anggota DPR, dan bukan hanya ditujukan untuk anggota DPR dan keluarga. "Sumber pembiayaan kegiatan pembelian tersebut bukan dari APBN melainkan dari hasil patungan/sumbangan pimpinan DPR dan anggota DPR. Adapun mekanisme sumbangan diserahkan ke masing-masing fraksi," kata Baidowi.
Menurut Awiek, jumlah alat tes yang dibeli pun menurutnya lebih banyak yang disumbangkan daripada dipakai tes Anggota DPR dan keluarga. Baidowi menambahkan, tes itu juga bukan keharusan bagi anggota Dewan.
"Jika tidak mau maka alatnya akan disumbangkan ke RS/layanan kesehatan," kata dia.
Pria yang kerap disapa Awiek ini menjelaskan, terkait tenaga medis yang akan mendampingi, DPR berencana menggunakan tenaga medis yang ada di unit pelayanan kesehatan (yankes) DPR. Tenaga medis itu memang sudah ada sejak lama, dan bukan mengundang dari luar atau pelayanan medis yang dipakai masyarakat.
"Karena kami memahami bahwa tidak mungkin mendatangkan tenaga medis dari luar," ujar Awiek menambahkan.
Terpisah, Sekretaris Jenderal DPR RI Indra Iskandar menyebut, jadwal rapid test Covid-19 untuk anggota dewan dan keluarganya tengah disusun. Ia juga memastikan tes ini merupakan sumbangan anggota dewan.
Namun, saat ditanya soal jumlah sumbangan, Indra enggan berbicara secara terperinci. "Jumlahnya saya tidak tahu karena itu langsung beli kan alatnya di China. Jadi saya tidak tahu rupiahnya," ujar Indra. Ia juga menambahkan, pembelian alat tersebut dilakukan dengan berkomunikasi langsung ke supplier.