Ahad 29 Mar 2020 12:13 WIB

Ekonomi Sulit Tumbuh Positif Jika Corona Berlangsung Lama

Puncak tekanan ekonomi diperkirakan terjadi pada kuartal kedua.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolandha
Sejumlah kendaraan keluar gerbang tol Bogor, Ciheuleut, Kota Bogor, Jawa Barat, Sabtu (26/3). Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia memperkirakan, ekonomi Indonesia secara kumulatif tumbuh di kisaran minus 2 persen hingga dua persen pada tahun ini.
Foto: ANTARA FOTO/Arif Firmansyah
Sejumlah kendaraan keluar gerbang tol Bogor, Ciheuleut, Kota Bogor, Jawa Barat, Sabtu (26/3). Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia memperkirakan, ekonomi Indonesia secara kumulatif tumbuh di kisaran minus 2 persen hingga dua persen pada tahun ini.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia memperkirakan, ekonomi Indonesia secara kumulatif tumbuh di kisaran minus 2 persen hingga dua persen pada tahun ini. Proyeksi tersebut dihitung berdasarkan skenario paling optimistis. Dengan skenario pesimistis, CORE menilai, peluang ekonomi tumbuh positif akan sangat kecil.

Direktur Eksekutif CORE Mohammad Faisal mengatakan, skenario optimistis yang dimaksud adalah pemerintah dapat melakukan berbagai langkah lebih ketat untuk menekan penularan wabah virus corona (Covid-19) seperti di China. Di antaranya, melakukan lockdown dan melakukan tes masal dengan mendatangi masyarakat secara langsung.

Baca Juga

"Puncak tekanan ekonomi diperkirakan terjadi pada kuartal kedua, dan setelahnya (kuartal ketiga dan keempat) akan masuk masa pemulihan," tutur Faisal dalam siaran pers, Ahad (29/3).

Akan tetapi, Faisal menambahkan, kondisi lebih buruk dapat terjadi apabila penyebaran Covid-19 di Indonesia berlangsung lebih dari dua kuartal dan negara-negara yang menjadi mitra utama ekspor kita mengalami hal serupa. Dalam kondisi ini, tekanan permintaan domestik dan global akan lebih lama, sehingga ekonomi Indonesia sulit tumbuh positif.

Faisal menekankan, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini akan sangat dipengaruhi dua faktor. "Seberapa besar dampak yang ditimbulkan oleh penyebaran wabah Covid-19 dan seberapa cepat respons untuk menanggulanginya," tuturnya.

Selain melemahkan angka pertumbuhan ekonomi, Faisal menyebutkan, pandemi Covid-19 juga berpotensi mendorong peningkatan angka pengangguran dan kemiskinan. Hal ini sangat dimungkinkan mengingat jumlah penduduk di sekitar garis kemiskinan yang masih sangat tinggi, meskipun persentase penduduk di bawah garis kemiskinan mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir.

Per Maret 2019, penduduk golongan rentan miskin dan hampir miskin mencapai 66,7 juta orang, atau hampir tiga kali lipat jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan (golongan miskin dan sangat miskin). "Sebagian besar dari golongan ini bekerja di sektor informal, termasuk yang mengandalkan upah harian," kata Faisal.

Apabila penanganan pandemi berlangsung lama, periode pembatasan dan penurunan mobilitas orang akan semakin panjang. Dampaknya, golongan rentan miskin dan hampir miskin yang bekerja di sektor informal serta mengandalkan upah harian akan sangat mudah kehilangan mata pencaharian. Efek berikutnya, mereka berpotensi jatuh ke bawah garis kemiskinan.  

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement