Senin 30 Mar 2020 18:45 WIB

Komnas HAM: Butuh Darurat Kesehatan, Bukan Darurat Sipil

Darurat sipilnya biasanya untuk memastikan roda pemerintah berjalan baik.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Teguh Firmansyah
Petugas kepolisian menggunakan alat pelindung diri (ADP) menyemprotkan disinfektan kepada kerabat keluarga usai memakamkan Pasien Dalam Pengawasan (PDP) COVID-19 di Medan, Sumatera Utara, Senin (30/3/2020). Provinisi Sumut mencatat total kasus terkait COVID-19 yang meninggal di Kota Medan berjumlah 4 orang yakni dua berstatus pasien positif dan dua lainnya berstatus PDP
Foto: SEPTIANDA PERDANA/ANTARA FOTO
Petugas kepolisian menggunakan alat pelindung diri (ADP) menyemprotkan disinfektan kepada kerabat keluarga usai memakamkan Pasien Dalam Pengawasan (PDP) COVID-19 di Medan, Sumatera Utara, Senin (30/3/2020). Provinisi Sumut mencatat total kasus terkait COVID-19 yang meninggal di Kota Medan berjumlah 4 orang yakni dua berstatus pasien positif dan dua lainnya berstatus PDP

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Choirul Anam menilai Indonesia lebih memerlukan darurat kesehatan nasional, bukan darurat sipil dalam kondisi pandemi Covid-19.

Darurat kesehatan nasional dinilai jauh lebih relevan daripada darurat sipil yang disampaikan Presiden RI Joko Widodo  sebagai alternatif terakhir di tengah pandemi Covid-19. 

Baca Juga

"Dari prespektif tujuan saja berbeda jauh," kata Anam melalui pesan singkatnya saat dikonfirmasi Republika.co.id, Senin (30/3).

Anam menjelaskan, darurat kesehatan nasional bertujuan memastikan kondisi kesehatan masyarakat yang terancam, dan dibutuhkan kerja sama yang serius dengan pihak masyakarat itu sendiri, termasuk solidaritas dari sesama yg tidak kena dampak covid 19.

Sedangkan, darurat sipil tujuannya untuk menertibkan sipil. Biasanya, darurat sipil digunakan untuk memastikan roda pemerintahan  berjalan dengan tertib.

"Oleh karenanya dalam situasi covid-19 yg terus meningkat, belum maksimalnya sarana prasana yg digunakan memerangi covid-19 ini harusnya darurat kesehatan," kata Anam.

Pendekatan utama darurat kesehatan ini, jelas Anam adalah kepentingan kesehatan. Salah satu cara kerjanya yakni dengan membangun kesadaran masyarakat dan solidaritas.

"Tujuannya pada kerja-kerja kesehatan, bukan pada kerja penertiban. Misalkan*mendorong  keaktifan perangkat pemerintahan terkecil spt RT dan RW termasuk Puskesmas menjadi garda komunikasi terdepan dan lain-lain," ujar dia.

Adapun bila ada masyarakat yang melanggar tujuan dan kepentingan darurat kesehatan kesehatan, maka akan ada denda dan kerja sosial.

Anam menegaskan, paradigma penyelesaian dan strategi menghadapi berbeda jauh dengan ancaman yang dijelaskan dalam darurat sipil. Maka dalam Perppu 23 /1959, darurat sipil dipergunakan lebih untuk memastikan penyelenggaraan pemerintahan berjalan baik dan tertib sipil.

"Apa saat ini sedang menyatakan pemerintahan tidak berjalan baik?" kata Anam merefleksikan poin dalam Perppu nomor 23/1959.

Saat ini, Anam menilai, pemerintahan masih berjalan berjalan baik. Bahkan, dalam perkembangan menangai Covid-19 pemerintah telah melakukan upaya, meskipun harus diakui belum maksimal.

"Ketidakmasimalan ini salah satu persoalannya adalah platfrom dan kesolidan kebijakan dalam penanganan covid 19. Yang dibutuhkan darurat kesehatan nasional. Tata kelolanya yang diperbaiki. Misalkan platform kebijakan yang utuh dan perpusat, karena karakter covid-19 membutuhkan itu," tutur Anam.

Anam menyarankan, Jokowi sebaiknya langsung memimpin agar konsolidasi pusat dan daerah lancar. Terlebih, ada momentum-momentum besar yg akan mempengaruhi seberapa besar sebaran virusnya, misalkan soal mudik lebaran, atau acara keagamaan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement