Selasa 31 Mar 2020 16:43 WIB

Darurat Kesehatan, Bukan Darurat Sipil: Ini Pidato Presiden

Presiden Jokowi menetapkan status kedaruratan kesehatan masyarakat

Presiden Jokowi menyampaikan pidato tentang Darurat Kesehatan. Ilustrasi Kartu Prakerja yang jadi program andalan Presiden Joko Widodo (Jokowi)
Foto: Republika/mgrol100
Presiden Jokowi menyampaikan pidato tentang Darurat Kesehatan. Ilustrasi Kartu Prakerja yang jadi program andalan Presiden Joko Widodo (Jokowi)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Sapto Andika Candra

Saudara-saudara sebangsa dan se-Tanah Air, pemerintah telah menetapkan covid-19 sebagai jenis penyakit dengan faktor risiko yang menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat. Dan oleh karenanya, pemerintah menetapkan status kedaruratan kesehatan masyarakat.

Untuk mengatasi dampak wabah tersebut, saya telah memutuskan dalam rapat kabinet bahwa opsi yang kita pilih adalah pembatasan sosial berskala besar atau PSBB. Sesuai UU, PSBB ini ditetapkan oleh menteri kesehatan yang berkoordinasi dengan kepala gugus tugas covid-19 dan kepala daerah. Dasar hukumnya adalah Undang-Undang No.6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Pemerintah juga sudah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dan Keppres Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat untuk melaksanakan amanat undang-undang tersebut.

Dengan terbitnya PP ini semuanya jelas. Para kepala daerah saya minta tidak membuat kebijakan sendiri-sendiri yang tidak terkoordinasi. Semua kebijakan di daerah harus sesuai dengan peraturan, berada dalam koridor undang-undang, PP, serta Keppres tersebut.

Polri juga dapat mengambil langkah-langkah penegakan hukum yang terukur dan sesuai undang-undang agar PSBB berlaku secara efektif dan mencapai tujuan mencegah meluasnya wabah.

Bapak ibu dan saudara-saudara sekalian yang saya hormati, kita harus belajar dari pengalaman dari negara lain. Tetapi  kita tidak bisa menirunya begitu saja. 

Sebab semua negara memiliki ciri khas masing-masing, mempunyai  ciri khas masing-masing. Baik itu luas wilayah, jumlah penduduk, kedisiplinan, kondisi geografis, karakter dan budaya, perekonomian masyarakatnya, kemampuan fiskalnya, dan lain-lain.

Oleh karena itu, kita tidak boleh gegabah dalam merumuskan strategi. Semuanya harus dihitung, semuanya harus dikalkulasi dengan cermat. Dan inti kebijakan kita sangat jelas dan tegas.  Yang pertama kesehatan masyarakat adalah yang utama. Oleh sebab itu kendalikan penyebaran covid-19 dan obati pasien yang terpapar.

Yang kedua kita siapkan jaring pengaman sosial untuk masyarakat lapisan bawah agar tetap mampu memenuhi kebutuhan pokok dan menjaga daya beli.

Ketiga, menjaga dunia usaha utamanya usaha mikro, usaha kecil usaha menegah agar tetap beroperasi dan mampu menjaga penyerapan tenaga kerjanya.

Dan pada kesempatan ini saya akan fokus pada penyiapan bantuan sosial untuk masyarakat lapisan bawah.

Pertama tentang PKH. Jumlah keluarga penerima akan ditingkatkan dari 9,2 juta menjadi 10 juta keluarga penerima manfaat. Sedangkan besaran manfaatnya akan dinaikan 25 persen. Misalnya, komponen ibu hamil naik dari Rp 2,4 juta mnjadi Rp3 juta per tahun. Komponen anak usia dini Rp 3 juta per tahun. Komponen disabilitas Rp 2,4 juta per tahun. Dan kebijakan ini efektif mulai April 2020.

Kedua, kartu sembako. Jumlah penerima akan dinaikkan dari 15,2 juta penerima menjadi 20 juta penerima manfaat. Dan nilainya naik 30 persen dari Rp 150 ribu menjadi Rp 200 ribu, dan akan diberikan selama 9 bulan.

Ketiga, tentang kartu prakerja. Anggaran kartu pra kerja dinaikkan dari Rp 10 triliun menjadi Rp 20 triliun. Jumlah penerima manfaat menjadi 5,6 juta orang. Terutama ini untuk pekerja informal serta pelaku usaha mikor dan kecil yang terdampak covid-19. Dan nilai manfaatnya adalah Rp 650 ribu sampai Rp 1 juta selama 4 bulan ke depan

Yang keempat tentang tarif listrik. Perlu saya sampaikan untuk pelanggan listrik 450 VA yang jumlahnya sekitar 24 juta pelanggan akan digratiskan selama tiga bulan ke depan. Yaitu untuk bulan April, Mei dan bulan Juni 2020. Sedangkan untuk pelanggan 900 VA yang jumlahnya sekitar 7 juta pelanggan akan didiskon 50 persen. Artinya bayar separuh saja untuk bulan April, Mei dan bulan Juni 2020.

Yang kelima, perihal antisipasi kebutuhan pokok, pemerintah mencadangankan Rp 25 triliun untuk pemenuhan kebutuhan pokok serta operasi pasar dan logistik.

Keenam, perihal keringanan pembayaran kredit. Bagi para pekerja informal baik itu ojek online, supir taksi, pelaku UMKM, nelayan, dengan penghasilan harian dan kredit di bawah Rp 10 miliar, OJK telah menerbitkan aturan mengenai hal tersebut dan mulai berlaku April ini. Telah ditetapkan tidak perlu datang ke bank atau perusahaan leasing, cukup melalui email atau media komunikasi digital seperti WA

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement