REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan industri perbankan tidak perlu membentuk pencadangan kredit bermasalah akibat penyebaran virus corona. Hal ini dimungkinkan jika kredit bermasalah telah memenuhi salah satu syarat penilaian kolektibitas yakni ketepatan pembayaran.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan otoritas telah membentuk kolektibilitas satu pilar, sehingga dapat meringankan perbankan dan lembaga keuangan lainnya.
“Bagi kredit sampai Rp 10 miliar, ada skema boleh membayar apabila mampu dan mempunyai uang. Kita sebut penilaian kolektibilitas dengan satu pilar, jadi perbankan tidak harus membentuk cadangan provisi,” ujarnya saat paparan live KSSK di Jakarta, Rabu (1/4).
Menurutnya tidak diwajibkan pembentukan cadangan tidak akan memberatkan bagi peminjam dan pemberi pinjaman, sehingga kedua belah pihak mendapatkan insentif dari dampak virus corona. Wimboh mengakui penyebaran virus corona kian meluas, sehingga banyak pelaku usaha yang sudah terdampak, seperti bidang perhotelan dan sektor lain.
“Hal-hal begini kita berikan insentif untuk direstruktur bisa ditunda pembayaran, bahkan ditunda pengurangan bunga pokok dan sebagainya. Ini bisa kesepakatan antara kreditur dan para peminjam,” ucapnya.
Ke depan, Wimboh menekankan proses restructuring kredit antara debitur dan perbankan, khususnya bagi pelaku usaha informal sebaiknya tidak dilakukan secara tatap muka ataupun melalui debt colletor, tetapi lewat teknologi online atau sistem digital.
“Ini kita siapkan oleh para pemberi kredit dan sudah diumumkan pada masyarakat, jangan sampai datang berbondong-bondong. Bahkan kalau kredit besar, kami rasa komunikasi dapat lancar tanpa harus ketemu fisik,” ucapnya.