Jumat 03 Apr 2020 12:56 WIB

Sholat Menggunakan Hand Sanitizer, Bolehkah?

Bolehkah sholat menggunakan hand sanitizer?

Rep: Andrian Saputra/ Red: Muhammad Hafil
Bolehkah sholat menggunakan hand sanitizer?. Foto: Petugas keamanan menyemprotkan hand sanitizer kepada pengunjung ketika pemberlakuan pembatasan pengunjung di supermarket Tiptop, Depok, Jawa Barat, Rabu (1/4). Diberlakukannya Social distancing di supermarket tersebut merupakan upaya mencegah penularan virus corona yaitu menjaga jarak aman dengan orang sekitarnya
Foto: Prayogi/Republika
Bolehkah sholat menggunakan hand sanitizer?. Foto: Petugas keamanan menyemprotkan hand sanitizer kepada pengunjung ketika pemberlakuan pembatasan pengunjung di supermarket Tiptop, Depok, Jawa Barat, Rabu (1/4). Diberlakukannya Social distancing di supermarket tersebut merupakan upaya mencegah penularan virus corona yaitu menjaga jarak aman dengan orang sekitarnya

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Penggunaan cairan antiseptik pembersih tangan atau hand sanitizer menjadi pilihan sebagian masyarakat untuk mencegah diri dari terinfeksi virus covid-19. Namun demikian masih ada yang ragu menggunakannya sebab terdapat kandungan alkohol dalam hand sanitizer.

Ada kekhawatiran bila menggunakan hand sanitizer terutama ketika hendak sholat maka akan membuat sholat menjadi tidak sah. Alasannya yakni karena alkohol merupakan barang yang najis. Benarkah demikian?

Baca Juga

Pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang juga Wakil Ketua Lembaga Dakwah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Muhammad Nur Hayid menjelaskan dalam kitab fiqih Al Madzahib Al Arbaah karya Syekh Abdurrahman Al Jaziri juz 1 halaman 15 disebutkan bahwa alkohol yang digunakan untuk campuran minyak wangi atau untuk pengobatan hukumnya ma'fu atau diperbolehkan.

"Boleh menggunakan alkohol kalau untuk campuran yang bisa membawa kemaslahatan. Yang ngga boleh itu kalau alkohol diminum mabuk, merusak dalam tatanan tubuh kita," kata Kiai Hayid.

Menurutnya parfum atau hand sanitizer tidak akan maksimal manfaat penggunaannya bila tidak menggunakan alkohol, maka dengan campuran alkohol dengan kadar tertentu maka diperbolehkan. Begitupun alkohol yang digunakan untuk pengobatan medis maka diperbolehkan. Terlebih adanya kaidah fiqih yang menyebut kedaruratan bisa memperbolehkan sesuatu yang awalnya tidak diperbolehkan.

Sementara menurut Syekh Wahbah Al Zuhaili dalam Fiqhul Islam wa Adillatihu menerangkan bahwa hukum alkohol itu suci. Menurut Kiai Hayid harus dibedakan antara khamar dan alkohol sebab keduanya memiliki terminologi yang berbeda. Karena itu, alkohol boleh digunakan untuk kepentingan yang maslahat seperti pengobatan. Kiai Hayid menjelaskan kaidah fiqih bahwa asal sesuatu boleh dihalalkan kecuali ada dalil yang mengharamlan. Atau sesuatu itu suci kecuali ada dali yang menyatakan itu najis.

Sementara terkait keterangan kata rijsun dalam keterangan ayat 90 di surat Al Maidah bukan bermakna najis. Dalam pendapat Syekh Wahbah Zuhaili rijsun berarti dosa. Sehingga menghemat nasib, berjudi, berkorban untuk berhara, minum khamar adalah dosa yang merupakan amalan setan. Begitupun dengan pendapat ulama Al Azhar dalam yasalunaka atau kumpulan pertanyaan kontemporer volume 2 halaman 30 menjelaskan alkohol bukanlah barang yang najis.

"Intinya alkohol yang digunakan dalam hand sanitizer itu diperkenankan untuk dipergunakan orang yang mau sholat tanpa harus mencuci tangan alias boleh. Catatannya asal jangan berlebihan, sewajarnya saja kalau memang ngga ada untuk cuci tangan. Yang terpenting tawakal, pasrah keada Allah tak usah terlalu takut menghadapi situasi ini," katanya.

Menurut Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM-PBNU), KH Abdul Moqsith Ghazali terdapat perbedaan pendapat dikalangan ulama menyikapi status hukum najis dan tidaknya alkohol. Ia menjelaskan bagi kalangan ulama yang berpendapat bahwa alkohol itu najis berpendapat bahwa alkohol disamakan dengan kenajisan khamar. Ini berdasarkan kata rijsun dalam beberapa ayat di Al Quran.

Dari kata rijsun itu, menurutnya ada ulama yang berpendapat bahwa sebagaimana khamar itu najis maka alkohol pun juga najis. Namun demikian terdapat juga ulama yang memiliki pendapat berbeda. Kiai Moqsith menjelaskan ada pendapat ulama yang menyatakan bahwa alkohol itu suci bila dibuat dari bahan-bahan yang suci dan bukan dibuat dari bahan-bahan yang najis seperti kotoran dan lainnya. Dengan begitu, pada pendapat ini status najis dan tidaknya alkohol menurut Kiai Moqsith tidak dilihat dari alkoholnya melainkan dari bahan dasar alkohol tersebut.

Selain dua pendapat itu, kiai Moqsith menjelaskan terdapat juga ulama yang berpendapat bahwa alkohol itu suci. Sebab alkohol pada hand sanitizer atau parfum bukan untuk dikonsumsi atau diminum. Sementara apa yang disebut dengan khamar tujuan pokoknya adalah untuk dikonsumsi.

"Dalam konteks darurat corona seperti sekarang dimana hand sanitizer sangat dibutuhkan untuk menghindarkan diri dari virus (lil hajah) maka penggunaannya dianjurkan. Sekiranya ada ulama yang menajiskan alkohol pada hand sanitizer mudah-mudahan termasuk dalam kategori najis yang dimaafkan (ma'fu'un 'anhu)," kata Kiai Moqsith kepada Republika beberapa hari lalu.

Anggota Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Hamdan Rasyid juga menjelaskan bahwa penggunaan hand sanitizer diperbolehkan. Yang terpenting menurut Kiai Hamdan adalah bahan pembuatan alkohol di hand sanitizer berasal dari bahan yang tidak najis. Maka dari itu, menurutnya penting bagi produsen hand sanitizer untuk melakukan sertifikasi produk halal MUI untuk menjamin kehalalan produk tersebut.

"Semua produk yang akan digunakan umat Islam idealnya harus sudah tersertifikasi. Maka setiap produsen diwajibkan mensertifikasi. Agar setiap umat Islam merasa nyaman menggunakan produk itu," katanya.

Sebab itu penggunaan hand sanitizer terutama di tempat publik yang jauh dari tempat untuk cuci tangan menjadi solusi. Karenanya Kiai Hamdan mengatakan MUI mengimbau agar masjid-masjid juga menyediakan hand sanitizer agar dapat digunakan jamaah. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement