REPUBLIKA.CO.ID, WELLINGTON -- Pemerintah Selandia Baru pada Jumat (3/4) mengatakan akan memperkenalkan undang-undang baru untuk membantu perusahaan, yang menghadapi kebangkrutan akibat pandemi virus corona baru, untuk tetap bertahan dan tetap mempekerjakan orang.
Menteri Keuangan Grant Robertson mengatakan undang-undang baru itu memberikan pengamanan dari kebangkrutan berdasarkan Undang-Undang Perusahaan Selandia Baru bagi para direksi perusahaan yang menghadapi masalah likuiditas signifikan. Aturan itu juga akan memungkinkan bisnis yang terkena dampak pandemi Covid-19 untuk menangguhkan pembayaran utang sampai mereka dapat memulai kembali perdagangan secara normal.
Pemerintah Selandia Baru pada Rabu (1/4) melaporkan 61 kasus baru infeksi virus corona. Namun, negara itu menilai masih terlalu dini untuk menilai apakah jumlah kasus yang lebih rendah pada pekan ini menunjukkan keberhasilan dari tindakan karantina nasional.
Selandia Baru pada Kamis lalu (26/3) melaksanakan karantina total wilayah dan menyatakan keadaan darurat nasional untuk mengalahkan penyebaran Covid-19 secara lokal. Pemerintah pada Rabu (1/4) melaporkan ada 61 kasus baru Covid-19 dalam 24 jam terakhir dengan total menjadi 708 kasus.
Jumlah kasus baru Covid-19 di Selandia BAru mencapai 85 pada pekan lalu, tetapi jumlah kasus tetap lebih rendah pekan ini. Lebih dari setengah jumlah kasus Covid-19 di negara itu terkait dengan perjalanan ke luar negeri dan kasus penularan masyarakat sekitar satu persen.
Di antara semua kasus corona yang terkonfirmasi, 82 orang telah dinyatakan pulih. Sejauh ini Selandia Baru hanya mencatat satu kematian.
Selandia Baru, dengan jumlah penduduk sekitar 5 juta orang, memiliki lebih sedikit kasus infeksi corona baru daripada banyak negara lain. Hal itu seperti negara tetangga Australia, di mana jumlah kasus sekarang melebihi 4.500 dengan 20 kematian.