REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politiskus Partai Gerindra Ahmad Riza Patria terpilih menjadi wakil gubernur DKI Jakarta. Padahal, sebelumnya posisi tersebut sempat dijanjikan menjadi "jatah" kader Partai Keadilan Sejahtera.
Pemilihan wagub DKI sempat tertunda cukup lama, hampir dua tahun. Prosesnya panjang dan cukup melelahkan serta menghabiskan energi. Lalu, bagaimana nasib koalisi kedua partai tersebut akibat hal ini?
Menurut analis politik sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago, PKS akan berhati-hati lagi kelak dalam melakukan perjanjian politik. Pasalnya, janji politik susah dipegang, bahkan janji di atas materai bisa dilanggar.
"Tidak heran kita menyebut, sesuatu yang belum dipegang, yang belum diperoleh, sangat mungkin diingkari dalam politik. Maka, tidak heran banyak politisi yang ingin clear di awal, langsung cash agar tidak korban PHP dan seterusnya," kata Pangi kepada Republika.co.id, Senin (6/4).
Kendati begitu, ia sudah mengalkulasi sebelumnya bahwa secara matematika politik, di atas kertas Riza Patria punya kans untuk terpilih sebagai wagub DKI, dari jumlah kursi koalisi di DPRD DKI, kekuatan lobi dan kepiawaian, serta kemahiran Gerindra dalam soal ini. "Gerindra punya jam terbang meyakinkan anggota DPRD," kata Pangi.
Mengenai hubungan PKS dan Gerindra, dia menilai bahwa PKS akan lebih berhati-hati lagi kelak. Bahkan, tagline PKS dan Gerindra adalah sekutu lama sudah tidak lagi relevan.
Hubungan PKS dan Gerindra tetap akan baik sepanjang saling menguntungkan. Namun, kalau sudah tidak saling menguntungkan lagi, Gerindra selalu menang banyak, menurut Pangi, untuk apa dipertahankan hubungan baik tersebut. "Tapi, akan baik lagi kalau nantinya PKS merasa diuntungkan dengan koalisi atau sekutu lama ini," kata Pangi.
Namun, menurut dia, PKS bukan tidak mungkin kelak akan membangun hubungan kerja sama koalisi selama menguntungkan langsung, tanpa harus ada janji atau deal di awal. Jelas PKS tidak akan mau lagi termakan dengan janji politik yang ujungnya tidak jelas. Namun, kalau hal tersebut nanti jelas di depan dan langsung menguntungkan PKS, partai tersebut tidak mungkin menolak.
"Tapi, kalau janji tentu enggak mau lagi. Bisa saja growing distrust PKS terhadap Gerindra sudah cukup, sudah sedikit trauma dengan janji Gerindra soal wagub DKI, misalnya," katanya.
Di sisi lain, ia menduga PKS sudah mengikhlaskan jabatan wagub ke kader Gerindra. Bahkan, sebelum pertarungan kontestasi sudah selesai, ada dugaan sudah deal di awal sehingga seolah-olah tampak masih bertarung/berkontestasi. Hal tersebut, menurut Pangi, hanya gimmick politik, sementara prosesnya sudah selesai di tingkat elite.
Pencalonan cawagub DKI santer disebut sebagai momentum untuk membuatkan panggung popularitas saja bagi Nurmansjah Lubis sehingga bisa menjadi insentif elektoral untuk elektabilitas dia dan muncul sosok figur baru politisi PKS. "Ini supaya tampak terlihat terlihat demokratis karena ada kontestasi," ujar Pangi.