REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Andika, protokoler yang bertugas sebagai ajudan Wali Kota Medan nonaktif, dalam kesaksiannya di Pengadilan Tipikor mengungkapkan Syamsul Fitri, Kasubag Protokol Pemkot Medan saat itu, aktif meminta uang dengan berbagai cara kepada para kepala dinas (kadis) dan organisasi perangkat daerah (OPD).
"Saya beberapa kali menerima uang dari 10 orang kadis/OKP atas perintah Syamsul Fitri sebagai Kasubag Protokol Pemkot Medan ketika itu," ujar Andika dalam keterangannya pada sidang secara teleconference di Pengadilan Tipikor Medan, Sumatra Utara, Senin (6/4).
Penuntut Umum KPK menghadirkan tujuh orang saksi, salah seorang, di antaranya adalah Andika sebagai ajudan Wali Kota Medan. Andika dijadikan saksi, untuk kasus terdakwa wali kota Medan nonaktif Dzulmi Eldin dalam perkara dugaan penerimaan suap sebesar Rp 2,1 miliar. Terdakwa Dzulmi Eldin pada sidang secara daring itu, tetap berada di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Klas IA Medan, dan dipantau melalui layar monitor.
Saksi Andika menyebutkan, nominal uang yang diterimanya atas perintah Syamsul Fitri bervariasi jumlahnya mulai dari Rp 5 juta hingga Rp 200 juta. "Uang tersebut diterima melalui beberapa tahap yang juga bervariasi sesuai dengan kemampuan masing-masing Kadis yang memberikan," jelas Andika.
Saksi lainnya Aidil yang juga merupakan ajudan wali kota Medan nonaktif sejak 2017, mengaku ia mengetahui adanya permintaan uang kepada para kadis/OPD sejumlah Rp 1,2 miliar yang ditargetkan oleh Syamsul Fitri untuk kepentingan wali kota Dzulmi Eldin. "Rusdi Sinuraya Dirut PD Pasar juga pernah memberikan uang dengan total Rp 60 juta yang dimintakan Syamsul Fitri," kata Aidil.
Sidang kasus perkara penerimaan uang suap yang dipimpin oleh majelis hakim diketuai Abdul Azis, akan dilanjutkan Senin depan (13/4) untuk mendengarkan keterangan saksi-saksi lainnya.
Sebelumnya, JPU KPK Iskandar Marwanto dalam dakwaannya menyebutkan Dzulmi Eldin selaku wali kota Medan nonaktif periode tahun 2016-2021 menerima uang suap sebesar Rp 2,1 miliar dari para kadis di Pemkot Medan. "Peristiwa suap itu terjadi pada bulan Oktober 2019," kata Iskandar di Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (5/3). Saat itu, terdakwa Eldin menerima sejumlah uang senilai total Rp 130 juta dari Isa Ansyari Kepala Dinas PUPR Kota Medan.