REPUBLIKA.CO.ID, Renang adalah salah satu aktivitas yang digemari oleh banyak orang. Berenang menjadi aktivitas menyenangkan yang selain menyehatkan badan juga melepaskan stres. Olahraga air ini tidak hanya diminati laki-laki, tetapi juga perempuan. Namun, bagi perempuan yang ingin berenang, perlu berhati-hati agar kegiatan yang penuh manfaat ini tidak menimbulkan dosa.
Rasulullah SAW pernah melarang perempuan untuk mandi di tempat pemandian umum. Dalam HR Tirmidzi, beliau bersabda, "Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah dia memasukkan istrinya ke dalam hammaam (tempat pemandian umum)."
Dalam HR Abu Dawud, Rasulullah SAW pernah bersabda tentang hukum seorang wanita yang melepaskan pakaiannya selain di rumah suaminya. Dalam hadis itu Nabi berkata, "Wanita mana yang melepaskan pakaiannya di selain rumah suaminya, maka dia telah merusak hubungan antara dirinya dan Allah."
Hadis-hadis ini turun karena pada zaman Nabi belum muncul kamar mandi khusus yang berada di tiap-tiap rumah. Rata-rata masyarakat mandi di hammaam karena posisinya yang dekat dengan sumur sehingga mudah mengambil air.Tempat pemandian umum ini memang tidak bercampur antara lakilaki dan perempuan, tetapi masih memungkinkan muncul fitnah karena aurat yang terlihat. Karena alasan ini, Nabi Muhammad kemudian melarang perempuan mandi di hammaam.
Dalam HR Muslim Nabi bersabda, "Janganlah seorang laki-laki melihat aurat laki-laki, dan janganlah seorang wanita melihat aurat wanita lain."
Syekh Abdul Muhsin al-'Abbaad Hafidzahullah dalam Syarh Sunan Abi Dawud Kitab al-Hammaam berkata, tidak mengapa para perempuan berenang bersama perempuan-perempuan lain selama mereka dalam keadaan tertutup dengan pakaian mereka. Selain itu, kolam renang yang digunakan harus aman dari pandangan laki-laki, kamera, dan hal-hal yang dikhawatirkan terjadi yang tidak diinginkan. Ia menyebut dalam Fatawa al-Lajnah ad-Daimah bahwa menghindari kerusakan lebih didahulukan daripada mendatangkan maslahat.
Syekh Abdul Aziz bin Baz Rahimahullahu dalam Majallah al- Buhuuts al-Islaamiyyah menyebut keluarnya seorang wanita dari apa yang sudah digariskan bagi mereka di dalam agama akan menyebabkan kerusakan bagi dirinya dan orang lain. Pernyataan ini mengacu pada firman Allah yang meminta perempuan untuk tetap berada di rumah dan tidak berhias seperti orang jahiliyah zaman dahulu yang tertulis dalam QS al- Ahzab 33.
"Seorang wanita apabila dia belajar berenang di rumahnya maka tidak ada yang melarangnya, tetapi apabila dia keluar rumah ke tempat-tempat latih an berenang dengan sifat di atas dan dengan pakaian yang tidak menutup auratnya maka yang demikian itu menyelisihi syariat, dan kewajiban para wali adalah bertakwa kepada Allah di dalam urusan anak-anak wanita mereka dan menjaga amanat tersebut, Allahlah yang akan menanyai mereka kelak," tulis Syekh Abdul Aziz.
Adapun batas aurat seorang perempuan di hadapan wanita lain adalah antara pusar dan lutut. Syekh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin dalam Majmu' Fataawaa wa Rasaa'il Syeikh Muhammad bin Shalih al- 'Utsaimiin menyebut, "Para fuqaha kita rahimahumullah menyebutkan bahwa boleh bagi seorang wanita melihat seluruh badan wanita lain kecuali bagian antara pusar dan lutut."
Mereka mengqiyaskan aurat wanita di hadapan wanita dengan aurat laki-laki di hadapan laki-laki, dan yang mengumpulkan antara keduanya adalah persamaan jenis kelamin. Meski demikian, sebagian ulama lain mengatakan aurat wanita di depan wanita sama dengan auratnya di depan mahram, yaitu semua badannya ke cua li tempat perhiasan yang tampak, seperti kepala, telinga, leher, dada bagian atas, pergelangan tangan, pergelangan kaki.