Rabu 08 Apr 2020 06:48 WIB

Bangladesh Kekurangan Ventilator

Masyarakat dunia diminta membantu Bangladesh memenuhi kebutuhan ventilator.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Muhammad Hafil
Bangladesh Kekurangan Ventilator . Foto: Seorang anak pengungsi melintasi jembatan bambu di kamp pengungsian Kutupalong, Bangladesh.
Foto: Altaf Qadri/AP
Bangladesh Kekurangan Ventilator . Foto: Seorang anak pengungsi melintasi jembatan bambu di kamp pengungsian Kutupalong, Bangladesh.

REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA --  Organisasi nirlaba Save the Children mendesak adanya bantuan internasional untuk membantu Bangladesh mencegah potensi bencana kemanusiaan. Hal ini mengingat lonjakan permintaan ventilator untuk memerangi virus corona atau Covid-19.

Save The Children seperti dilansir Anadolu Agency, Rabu (8/4), dalam sebuah pernyataan menyebut, Bangladesh memiliki kurang dari 2.000 ventilator untuk populasi 165 juta orang dan tidak ada ventilator di tenggara Distrik Bazar Cox. Distrik ini dihuni lebih dari tiga juta, termasuk satu juta pengungsi Rohingya.

Sebagian besar tempat tidur dan ventilator perawatan intensif negara berada di pusat-pusat kota besar termasuk ibukota Dhaka, sehingga mempersulit masyarakat di wilayah terpencil untuk mengaksesnya. "Dilaporkan ada 1.769 ventilator di Bangladesh saat ini, yang berarti rata-rata satu ventilator untuk setiap 93.273 orang," katanya.

Kurangnya ventilator di Cox's Bazar berarti nyawa akan hilang ketika virus corona mulai menyebar lebih luas di masyarakat. Wakil direktur negara untuk Save The Children di Bangladesh, Shamim Jahan, mengatakan sulit bagi Bangladesh untuk memenuhi lonjakan permintaan akan ventilator untuk membantu mengatasi wabah Covid-19.

"Karena itu penting bahwa para pemimpin dunia khususnya negara-negara G20 berkomitmen untuk rencana global terkoordinasi yang didukung oleh penghapusan utang. Kami juga mendesak pemerintah Bangladesh untuk melibatkan sektor publik dan swasta segera untuk mengamankan ventilator bagi pasien COVID-19," ujarnya.

Bangladesh melaporkan 41 kasus Covid-19 baru dan lima kematian pada Selasa (7/4) kemarin, sehingga jumlah total kasus menjadi 164 dan jumlah kematian menjadi 17. Jumlah kematian terkait virus corona di seluruh dunia melewati tonggak sejarah baru Selasa malam dengan lebih dari 81.000 kematian dilaporkan, menurut data oleh Johns Hopkins University yang berbasis di AS.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement