REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- China bersedia bekerja secara bilateral dengan negara-negara berpenghasilan rendah menghadapi tantangan ekonomi karena pandemi virus corona. Pejabat China menyatakan, negara itu menyetujui penundaan untuk pembayaran utang, Selasa (7/4).
"Negara-negara berkembang, terutama negara-negara berpenghasilan rendah, menghadapi tantangan yang lebih besar. Kami bersedia menjaga komunikasi dengan negara-negara terkait melalui saluran bilateral," kata pejabat yang tidak berwenang berbicara di depan umum.
Pejabat itu mengatakan, China sebagai kreditor utama masih mempertimbangkan dorongan yang dilakukan oleh Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia untuk segera menangguhkan pembayaran utang dari negara-negara termiskin. "Kami sepakat bahwa beberapa negara tidak boleh dipaksa untuk melakukan pembayaran selama krisis," ujar pejabat tersebut.
IMF dan Bank Dunia pada 25 Maret menyerukan moratorium utang untuk negara-negara termiskin di dunia selama sekitar satu tahun karena memerangi pandemi. Keputusan itu dapat mengurangi dampak dari lockdown yang bertujuan untuk memperlambat penyebaran virus corona.
Lembaga-lembaga tersebut telah mendesak G20 untuk mendukung seruan itu. Namun, para pejabat keuangan G20 gagal melakukannya selama pertemuan terakhir pada 31 Maret. Kelompok kerja G20 dijadwalkan bertemu pada Rabu (8/4) sebelum pejabat keuangan berkumpul kembali pada 15 April.
Bantuan utang telah diberikan sebelumnya untuk membantu negara-negara termiskin di dunia, tetapi dinamika telah banyak berubah. Tidak seperti IMF dan program bantuan utang Bank Dunia yang diluncurkan pada 1996, ketika negara-negara berutang kepada negara-negara Barat yang kaya dan lembaga multilateral, saat ini utang banyak dari China dan perusahaan-perusahaan China.