REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, menyatakan, Gunung Anak Krakatau erupsi dua kali pada Jumat (10/4). Aktivitas erupsi itu tidak mengakibatkan terdengar suara gemuruh atau dentuman.
Kepala Subbidang Mitigasi Gunung Api Wilayah Barat pada PVMBG, Dr Nia Haerani, dalam siaran persnya, Sabtu (11/4), mengatakan, menjelang dan selama erupsi, gempa-gempa vulkanik masih terekam dengan jumlah yang belum signifikan. Aktivitas Gunung Anak Krakatau menunjukkan masih terjadinya suplai magma ke kedalaman yang lebih dangkal.
Pengamatan deformasi dengan tiltmeter, ungkap dia, berfluktuasi dan menunjukkan gejala kenaikkan yang tidak signifikan sejak 5 April 2020 hingga kejadian erupsi pada 10 April 2020 pukul 22:35 WIB. Hal ini diduga akibat energi yang relatif tidak terlalu besar.
Nia mengatakan, tak ada peningkatan ancaman Gunung Anak Krakatau hingga Jumat kemarin, Gunung Anak Krakatau masih tetap pada level II atau waspada. Hal ini berdasarkan hasil pengamatan visual dan instrumental serta potensi bahaya Gunung Anak Krakatau selama Januari hingga 10 April 2020.
Ia menjelaskan, pascapenurunan tingkat aktivitas Gunung Anak Krakatau dari Siaga (Level III) menjadi Waspada (Level II) pada 25 Maret 2019, aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau berfluktuasi. Selama Januari hingga Maret 2020 aktivitas erupsi masih terjadi. Erupsi terjadi tidak menerus.
Berdasarkan data pengamatan visual selama Januari 2020 terjadi empat kali erupsi pada tanggal 17 dan 15. Erupsi itu menghasilkan kolom erupsi berwarna putih kelabu dengan tinggi maksimum 500 meter dari atas puncak.
Kemudian, pada 6 hingga 11 Februari 2020, terjadi rangkaian erupsi menghasilkan kolom erupsi berwarna putih kelabu tebal dengan ketinggian maksimum 1.000 meter dari atas puncak. Selama Maret 2020, erupsi terjadi dua kali erupsi pada 18 Maret 2020, menghasilkan kolom erupsi berwarna putih kelabu setinggi kl 300 meter dari atas puncak.
Dengan demikian, berdasarkan data kegempaan dan deformasi menunjukkan bahwa aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau masih berfluktuasi. Suplai fluida dari kedalaman masih terjadi. Jenis fluida pada rangkaian erupsi Januari hingga Maret 2020 diduga didominasi oleh gas/uap air.
Sedangkan erupsi pada 10 April 2020 material batuan pijar sudah terbawa ke permukaan dengan intensitas yang belum signifikan, jauh lebih kecil dibandingkan rangkaian erupsi pada periode Desember 2018-Januari 2019. Ia menambahkan, saat tidak terjadi erupsi, teramati hembusan asap berwarna putih tipis dengan tinggi maksimum 150 meter dari atas puncak
Kendati demikian, potensi bahaya dari aktivitas Gunung Anak Krakatau saat ini adalah lontaran material lava, aliran lava dan hujan abu lebat di sekitar kawah dalam radius dua kilometer dari kawah aktif. Sementara itu, hujan abu yang lebih tipis dapat terpapar di area yang lebih jauh bergantung pada arah dan kecepatan angin.
Aktivitas vulkanik berupa erupsi tipe Strombolian saat ini, lontaran material pijar hanya tersebar di sekitar kawah (masih dalam batas kawasan rawan bencana yang direkomendasikan). Erupsi menerus berpotensi terjadi, namun tidak terdeteksi adanya gejala vulkanik yang menuju kepada intensitas erupsi lebih besar.
Nia mengimbau, masyarakat maupun pengunjung atau wisatawan tidak beraktivitas dalam radius dua kilometer dari kawah/puncak Gunung Anak Krakatau atau di sekitar kepulauan Anak Krakatau. Sedangkan area wisata Pantai Carita, Anyer, Pandeglang dan sekitarnya, serta wilayah Lampung Selatan masih aman dari ancaman bahaya aktivitas Gunung Anak Krakatau.