REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dzul Kala adalah seorang raja di Kota Tahaif. Rasulullah Muhammad SAW pernah mengutus sahabat beliau, Jabir, untuk menemui dan mengajak si pemimpin itu agar bersedia masuk Islam.
Dzul Kala memang dihormati sebagai raja yang ditaati rakyatnya sendiri. Bahkan, lebih dari itu. Ia sampai-sampai mengaku dirinya adalah tuhan.
Hingga Rasulullah SAW wafat, Dzul Kala masih enggan memeluk Islam. Sampailah pada masa pemerintaha Khalifah Umar bin Khattab.
Setelah berbagai misi dakwah, barulah Dzul Kala tertarik pada Islam. Raja itu kemudian mengirimkan seorang utusan yang didampingi delapan ribu orang untuk menemui Khalifah Umar.
Akhirnya, sang raja itu mengucapkan dua kalimat syahadat dengan bimbingan sejumlah delegasi Umar. Dzul Kala kemudian membebaskan sebanyak empat ribu budak miliknya.
Umar berkata, "Wahai Dzul Kala, jual saja kepadaku sisa budak yang ada di bawah kekuasaanmu! Aku akan membayar sepertiga dengan uang kontan di sini, sepertiga dengan negeri Yaman, dan sepertiga lagi dengan Syam."
Dzul Kala menjawab, "Beri aku kesempatan hari ini untuk berpikir."
Ia pun pulang ke istananya. Sampai di kediamannya, Dzul Kala ternyata membebaskan semua budaknya--tanpa kecuali.
Keesokan harinya, ia menemui Khalifah Umar.
"Bagaimana dengan ucapanku kemarin untuk membeli budak?" tanya Umar.
"Allah telah memberi kebaikan kepadaku dan kebaikan kepada mereka daripada apa yang kamu tawarkan," papar Dzul Kala.
"Apa itu?"
"Mereka semua aku sudah merdekakan karena Allah," ucap Dzul Kala.
"Benarkah itu?"
"Umar, aku mempunyai dosa. Aku kira Allah tidak mengampuniku," ucap Dzul Kala, "aku telah menyuruh rakyatku supaya menyembahku. Dari tempat yang tinggi, aku selalu mengawasi mereka. Beribu-ribu manusia sujud kepadaku."
Umar menasihati, "Bertobatlah engkau dengan ikhlas. Kembalilah kepada Allah dengan meninggalkan semuanya. Janganlah berputus asa dari rahmat Allah."
Maka, Dzul Kala pun bertobat dengan sebenar-benarnya tobat.