REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Yanto Supriyanto
Dalam sebuah riwayat dari Anas bin Malik, beliau berkata, “Seorang wanita datang kepada Nabi, kemudian ‘Aisyah memberinya tiga butir kurma dan sang wanita memberikan kepada setiap anaknya sebutir kurma, sedangkan dia memegang sebutir kurma. Kemudian kedua anaknya tersebut memakan kurmanya masing-masing sambil memandangi wajah ibunya.
Setelah itu, sang ibu tadi sengaja membelah sebutir kurmanya menjadi dua, lalu ia berikan kepada kedua anaknya. Kemudian ‘Aisyah menceritakan kejadian itu kepada Nabi, lalu Nabi bersabda, "Apa yang membuatmu merasa heran? Allah telah mengasihi wanita tadi karena kasih sayangnya kepada kedua anaknya.” (HR Bukhari)
Pada kisah lain diriwayatkan, suatu ketika Abi Burdah menyaksikan Ibnu Umar dan seorang penduduk Yaman yang sedang thawaf di sekitar Ka’bah sambil menggendong ibunya di punggungnya. Orang itu lalu berkata, “Wahai Ibnu Umar, apakah aku telah membalas budi kepadanya?” Seketika Ibnu Umar menjawab, “Engkau belum membalas budinya, walaupun setarik napas yang ia keluarkan ketika melahirkanmu.”
Bakti yang luar biasa pun ditunjukkan Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib. Beliau dikenal sebagai sosok yang sangat hormat dan berbakti kepada ibunya. Sampai suatu ketika salah seorang sahabat mengutarakan keheranannya kepada beliau. “Engkau adalah orang yang paling berbakti kepada ibumu, akan tetapi kami tidak pernah melihatmu makan bersama ibumu.” Ali menjawab, “Aku takut jikalau tanganku mengambil makanan yang sudah dilirik oleh ibuku. Sehingga aku berarti mendurhakainya.”
Berbakti kepada orang tua atau birrul walidain merupakan salah satu amalan utama dan sangat dicintai Allah. Takdir mempunyai keluarga baru dan terpisah dengan orang tua tidaklah menggugurkan kewajiban seorang anak untuk tetap memuliakan orang tuanya. Dalam sebuah hadits dari Ibnu Mas’ud, terungkap bahwa selain shalat tepat waktu dan jihad fii sabilillah, birrul walidain termasuk di antara tiga keutamaan tersebut.
Tentunya merupakan sebuah pelajaran yang sangat berharga bagi kita untuk meneladani apa yang dicontohkan baginda Rasul, Ali bin Abi Thalib dan sahabat lain. Meskipun dengan segala keterbatasan ilmu yang kita miliki, berbuat baik dengan selalu menjaga hati ibu agar tidak tergores hatinya merupakan ikhtiar mulia.
Sadarilah, setiap apa pun daya untuk membalas apa yang telah ibu berikan, tidak akan pernah sepadan dengan apa yang telah beliau korbankan. Menanggung beban ketika mengandung, menahan rasa sakit yang teramat sangat ketika melahirkan, terjaga di tengah malam karena harus menyusui, sungguh merupakan sesuatu yang sangat sulit sekali terbalaskan.
Dari Abu Hurairah, beliau berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi menjawab, ‘Kemudian ayahmu.'” (HR Bukhari).
Jangan pernah lelah untuk memuliakan mereka selagi ada. Jika saja ibu sudah berpulang, hanya doa dan penyesalan yang bisa disampaikan. Jangan pernah membiarkan dirimu lalai, abai, atau bahkan melupakan. Perlakukan ibumu sebagai ratu agar hidupmu meraih kebahagiaan seperti ratu. Ingatlah, keridhaan Allah SWT berasal dari keridhaan orang tua kita. Wallaahu’alam.