Selasa 14 Apr 2020 08:08 WIB

Emas Naik 8,6 Dolar AS, Investor Panik Beralih ke Safe Haven

Investor yang panik menilai emas tempat penyimpan yang aman ketika terjadi krisis

Petugas menunjukkan sampel emas batangan di Butik Emas Logam Mulia, Jakarta, Senin (9/12/2019). Investor yang panik menilai emas tempat penyimpan yang aman ketika terjadi krisis
Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Petugas menunjukkan sampel emas batangan di Butik Emas Logam Mulia, Jakarta, Senin (9/12/2019). Investor yang panik menilai emas tempat penyimpan yang aman ketika terjadi krisis

REPUBLIKA.CO.ID, CHICAGO -- Emas berjangka kembali naik pada akhir perdagangan Senin (Selasa pagi WIB), ketika para investor yang panik bergegas menuju logam safe-haven. Terutama di tengah kekhawatiran pukulan virus corona terhadap ekonomi global dan pendapatan perusahaan-perusahaan Amerika Serikat.

Kontrak emas paling aktif untuk pengiriman Juni di Bursa Comex menetap 0,49 persen atau 8,6 dolar AS lebih tinggi pada 1.761,40 dolar AS per ounce, dan sempat mencapai level tertinggi sejak Februari 2013 di 1.769,50 dolar AS. Ini adalah hari perdagangan kedua berturut-turut untuk emas yang berdiri di harga tertinggi dalam lebih dari tujuh tahun.

Di sesi sebelumnya, Kamis (9/4) emas berjangka melejit 68,5 dolar AS atau 4,07 persen menjadi 1.752,8 dolar AS per ounce, merupakan level tertinggi sejak Oktober 2012, sebagai lindung nilai terhadap inflasi. Pasar AS tutup pada Jumat (10/4) untuk libur hari Paskah.

"Ekuitas AS mengalami fluktuasi besar dan orang-orang yang tidak bisa menahan gerakan semacam ini terus menumpuk emas," kata Phil Streible, kepala strategi pasar di Blue Line Futures di Chicago.

Inflasi dianggap sebagai positif bagi emas, karena emas dipandang sebagai penyimpan nilai yang aman ketika tekanan harga naik. Investor bergerak ke emas sebagai aset yang aman ketika pasar dibanjiri dengan uang tunai dari bank-bank sentral di seluruh dunia karena pemerintah mendukung ekonomi mereka, di tengah efek dari penguncian virus corona yang dalam beberapa hari terakhir telah menyebabkan ekonomi, ekuitas, dan mata uang terdevaluasi.

Indeks-indeks utama Wall Street tergelincir ketika perusahaan Amerika meluncurkan apa yang diperkirakan menjadi musim paling menyakitkan karena pandemi virus corona.

Federal Reserve AS pada Kamis (9/4/2020) mengumumkan paket stimulus 2,3 triliun dolar AS untuk membantu mengatasi wabah. Krisis telah memaksa 16,8 juta orang Amerika untuk mengajukan tunjangan pengangguran sejak pekan yang berakhir 21 Maret.

Para menteri keuangan Uni Eropa pada Kamis (9/4/2020) sepakat untuk mendukung setengah triliun euro bagi ekonomi mereka yang terpukul virus corona, tetapi membiarkan pertanyaan terbuka tentang bagaimana membiayai pemulihan di blok itu menuju resesi yang curam.

Pandemi telah menginfeksi lebih dari 1,8 juta orang di seluruh dunia dan menewaskan 113.849, memaksa negara-negara untuk memperpanjang penguncian dan bank-bank sentral mengumumkan langkah-langkah dukungan guna mengurangi korban finansial.

"Efek deflasi COVID-19 telah menjadi hambatan bagi emas. Tetapi tren ini akan berbalik pada emester kedua 2020 ketika respons kebijakan oleh pemerintah dan bank sentral mengumpulkan daya tarik," kata analis UBS dalam sebuah catatan.

"Dipimpin oleh pelonggaran Fed, kami sekarang memperkirakan suku bunga AS yang sebenarnya turun lebih dalam ke wilayah negatif dan bahkan mungkin menguji posisi terendah pasca-GFC (krisis keuangan global)," kata UBS.

Suku bunga yang lebih rendah juga mengurangi peluang kerugian memegang emas yang tidak memberikan imbal hasil.

Logam mulia lainnya, perak untuk pengiriman Mei turun 51,6 sen atau 3,21 persen, menjadi ditutup pada 15,537 dolar AS per ounce. Platinum untuk pengiriman Juli naik 1,2 dolar AS atau 0,16 persen, menjadi menetap di 749,8 dolar AS per ounce.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement