Kamis 16 Apr 2020 18:53 WIB

Kota Makassar Matangkan Strategi Pelaksanaan PSBB

Pelaksanaan PSBB di Kota Makassar telah mendapat persetujuan dari Menkes.

Petugas gabungan melakukan pemeriksaan wajib penggunaan masker kepada pengendara di perbatasan Kabupaten Gowa dengan Makassar, Sulawesi Selatan, Ahad (12/4/2020). Dalam pemeriksaan tersebut, petugas gabungan mewajibkan seluruh pengendara dan penumpang menggunakan masker jika akan memasuki kota Makassar, sementara jumlah pasien positif COVID-19 di Makassar per hari Ahad (12/4) telah mencapai 118 kasus positif, Pasien Dalam Perawatan (PDP) 166 kasus dan Orang Dalam Pengawasan (ODP) 433 kasus.
Foto: ANTARA/Abriawan Abe
Petugas gabungan melakukan pemeriksaan wajib penggunaan masker kepada pengendara di perbatasan Kabupaten Gowa dengan Makassar, Sulawesi Selatan, Ahad (12/4/2020). Dalam pemeriksaan tersebut, petugas gabungan mewajibkan seluruh pengendara dan penumpang menggunakan masker jika akan memasuki kota Makassar, sementara jumlah pasien positif COVID-19 di Makassar per hari Ahad (12/4) telah mencapai 118 kasus positif, Pasien Dalam Perawatan (PDP) 166 kasus dan Orang Dalam Pengawasan (ODP) 433 kasus.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Kota Makassar, Sulawesi Selatan segera mematangkan strategi pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

"Insyaallah, pelaksanaan PSBB di Kota Makassar telah mendapat persetujuan dari Menkes. Artinya, secara legal tindakan yang terkait dengan itu sudah bisa diberlakukan di Makassar," ujar Pejabat Wali Kota Makassar M. Iqbal Suhaeb saat memberikan keterangan di Balai Kota, Kamis (16/4).

Baca Juga

Berkaitan dengan hal tersebut, pihaknya akan membicarakan bersama Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kota Makassar tentang langkah strategis apa yang dilakukan, termasuk menentukan kapan pemberlakuan PSBB di Makassar.

"Malam ini kita bicarakan itu. Skema yang standar sesuai dengan aturan Menteri Kesehatan mulai dari sekolah, pengurangan jam kerja sosial budaya dan keagamaan, aktivitas di fasum (fasilitas umum)," katanya.

Ia mengatakan PSBB akan diberlakukan di seluruh wilayah Makassar, hanya saja untuk dua wilayah di perbatasan, yakni dengan Kabupaten Gowa dan Maros, perlu disinergikan terlebih dahulu. "Dilakukan di seluruh kota Makassar. Sebenarnya kami sangat mengharapkan ini bisa terintegrasi dengan wilayah, seperti Gowa dan Maros. Sebab, ada orang kerja di Makassar tinggal di Gowa atau Maros, paling bagus sebenarnya kalau ini menjadi satu kesatuan," kata Iqbal.

Mengenai kebijakan pembatasan sosial dan fisik, kata dia, belum bisa dilakukan tindakan tegas, apalagi represif, karena hukumnya tidak kuat. "Kalau ini dasar hukumnya lebih kuat sehingga aparat lebih bisa lakukan secara tegas. PSBB ini lebih luas dari sekadar 'social distancing' (pembatasan sosial), termasuk di dalam ada beberapa aktivitas kegiatan yang tidak boleh dilakukan," katanya.

Soal bidang usaha apa yang nantinya dibatasi dan tidak dibatasi, Iqbal menjelaskan, usaha yang tidak dibatasi berhubungan dengan kebutuhan pokok utama bagi masyarakat, dan alat kesehatan, sedangkan yang dibatasi di luar daripada yang disebutkan itu.

"Akan kami bicarakan dengan forkopimda malam ini sekaligus memutuskannya. Sebab, keputusan ini tidak sederhana karena menyangkut hajat hidup orang banyak," katanya.

Dalam PSBB, katanya, yang diatur hal diperbolehkan, dilaksanakan pendidikan, pelatihan, dan penelitian berkaitan dengan pelayanan kesehatan. Terkait dengan tempat kerja, katanya, dibolehkan kegiatan dengan membatasi jumlah pegawai, terlebih untuk kantor pemerintahan, institusi, industri, perusahaan logistik yang berhubungan dengan kebutuhan pokok dan kesehatan.

Kegiatan keagamaan juga dibolehkan asalkan di rumah bersama keluarga dekat dengan tentunya tetap menjaga jarak. Bahkan, dibolehkan melayat orang meninggal non-COVID-19 asalkan dibatasi 20 orang.

Bagi usaha toko atau tempat penjualan bahan pokok diperbolehkan buka, termasuk peralatan medis atau obat, barang penting, bahan bakar minyak dan gas serta energi lainnya. Selain itu, fasilitas serta layanan pendukung kesehatan, hotel yang menampung wisatawan dan orang terdampak COVID-19, perusahaan untuk fasilitas karantina, serta tempat berolahraga.

Kegiatan sosial budaya bisa dilaksanakan, tetapi tidak melibatkan orang banyak dan berkerumun. Moda transportasi bisa tetap beroperasi tetapi jumlah penumpang harus dibatasi. PSBB ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) Nomor 9 Tahun 2020 dengan ketentuan hukum yang mengikat.

Pengawasan PSBB dilakukan pemerintah melalui tim gugus COVID-19 dan berkoordinasi dengan aparatur penegak hukum lainnya sebagai bentuk penindakan secara tegas dalam percepatan penanganan virus corona.

Pelanggar PSBB dapat dijatuhi sanksi pidana sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 212 KUH Pidana, Pasal 214 KUH Pidana, Pasal 216 dan atau Pasal 218 KUH Pidana, dan pasal umumnya mengatur tentang pengendalian wabah penyakit.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement