Selasa 21 Apr 2020 05:00 WIB

Makin Banyak Laporan Pasien Covid-19 Tanpa Gejala

Orang tanpa gejala meningkatkan harapan Covid-19 tak terlalu mematikan

Rep: Lintar Satria/ Red: Christiyaningsih
Virus corona (ilustrasi). Orang tanpa gejala meningkatkan harapan Covid-19 tak terlalu mematikan.
Foto: www.freepik.com
Virus corona (ilustrasi). Orang tanpa gejala meningkatkan harapan Covid-19 tak terlalu mematikan.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Semakin banyak penelitian yang mengungkap banyaknya orang yang terjangkit Covid-19 tapi tidak mengalami gejala apa pun. Hal ini meningkatkan harapan karena artinya virus tersebut tidak terlalu mematikan seperti yang dikhawatirkan sebelumnya.

Walaupun laporan-laporan tersebut dapat menjadi berita baik, tapi juga artinya semakin sulit untuk mengetahui siapa saja yang terinfeksi virus yang sangat menular itu. Maka semakin sulit pula untuk memutuskan kapan dan bagaimana masyarakat kembali bekerja, sekolah, dan hidup normal seperti sebelum pandemi.

Baca Juga

Pada pekan lalu Amerika Serikat (AS) banyak melaporkan kasus tanpa gejala. Mulai dari tempat penampungan tuna wisma di Boston, para kru di kapal induk angkatan laut, dan perempuan hamil di rumah sakit New York. Beberapa negara Eropa juga melaporkan sejumlah kasus tanpa gejala.

Kepala Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit AS (CDC) mengatakan sekitar 25 persen orang yang terinfeksi tidak memiliki gejala. Wakil kepala Staf Gabungan AS Jenderal John Hyten mengatakan untuk personel militer angkanya lebih tinggi lagi, ia memperkirakan 60 sampai 70 persen.

Michael Mina dari Harvard School of Public Health mengatakan tidak satu pun dari angka tersebut yang dapat dipercaya. Karena berdasarkan pemeriksaan yang tidak memadai dan catat. "(Namun) secara keseluruhan mereka menunjukkan jumlah infeksi yang kami prediksi benar-benar meleset," kata Mina, Selasa (20/4).

Virus corona sudah menginfeksi lebih dari 2,3 juta orang dan menewaskan lebih dari 160 ribu pasien di seluruh dunia. Virus ini memicu krisis ekonomi dan sosial yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Berdasarkan kasus yang sudah diketahui, bagi sebagian besar orang Covid-19 hanya menyebabkan gejala ringan hingga sedang. Sekarang semakin banyak bukti besarnya jumlah orang yang terinfeksi tanpa mengalami gejala sama sekali.

Para ilmuwan di Islandia memeriksa enam persen populasi negara itu agar dapat melihat berapa banyak jumlah infeksi yang tak terdeteksi. Mereka menemukan sebanyak 0,7 persen kasus positif. Begitu pula dengan 13 persen kelompok dengan risiko tinggi karena baru pulang dari luar negeri atau berdekatan dengan orang yang sedang sakit. 

Satu kru kapal induk Theodore Roosevelt meninggal dunia karena Covid-19. "Angka kasarnya sekitar 40 persen simptomatik," kata Deputi Komando Operasi Angkatan Laut, Wakil Admiral Phillip Sawyer.

Ia mengatakan rasionya mungkin berubah apabila kemudian ada perkembangan gejala. Sementara itu rumah sakit di New York memeriksa semua ibu hamil yang akan segera melahirkan dalam dua pekan ke depan.

Hampir sekitar 14 persen di antaranya terinfeksi Covid-19 tanpa gejala. Dari 33 kasus positif, sebanyak 29 kasus tidak mengalami gejala saat diperiksa walaupun kemudian terjadi beberapa perkembangan.

Sebelumnya semua penumpang dan awak kapal pesiar Diamond Princess diperiksa Covid-19. Hampir setengah orang yang dinyatakan positif tidak mengalami gejala saat diperiksa. Para peneliti memprediksi sekitar 18 persen di antaranya sama sekali tidak mengalami gejala hingga sembuh.

Pemeriksaan Covid-19 yang dilakukan dengan mencari virus di tenggorokan dan hidung melalui swab mungkin dapat melewatkan kasus positif. Seseorang yang dinyatakan negatif dalam pemeriksaan dapat positif keesokan harinya.

Ada juga kemungkinan gejala juga tidak muncul saat pemeriksaan tapi kemudian dirasakan. Dalam penelitian di Jepang, setengah dari orang yang terinfeksi tapi tak mengalami gejala saat diperiksa tak lama kemudian merasa sakit.

Pemeriksaan terbaru dengan memeriksa antibodi dalam darah mungkin memberikan jawaban yang lebih baik. Antibodi adalah zat yang diproduksi sistem kekebalan tubuh untuk melawan virus. Tapi keakuratan tes ini juga masih belum dapat dipastikan.   

Para peneliti melaporkan hasil dari pemeriksaan antibodi di county Santa Clara, Kalifornia pada Jumat (17/4) lalu. Dari 3.300 orang yang diperiksa sebanyak 1,5 sampai 2,8 persen terinfeksi virus corona. Artinya ada sekitar 48 ribu sampai 81 ribu kasus atau 50 kali lebih banyak dari pada yang dikonfirmasi sebelumnya.

Penelitian ini belum resmi dipublikasikan atau ditinjau. Tapi beberapa ilmuwan sudah mempertanyakannya.

Peserta uji coba direkrut melalui iklan Facebook. Maka tentu akan menarik banyak orang yang memiliki gejala tertenu dan ingin tahu apakah rasa sakit yang mereka rasakan disebabkan oleh Covid-19 atau bukan. Selain tampaknya banyak peserta yang berasal dari permukiman yang sama. 

Kondisi di sebuah kapal induk, populasi perempuan hamil, dan satu county tidak dapat digunakan untuk menggeneralisir tentang apa yang terjadi di tempat atau lingkungan lain. Sebagian besar penelitian ini dilakukan secara singkat tidak dilakukan pada populasi besar dan dari waktu ke waktu.

Mina mengatakan tes antibodi harus dilakukan dengan 'pendekatan yang tidak bias' pada kelompok orang yang mencerminkan berbagai kondisi, geografi, sosial dan rasial. CDC dan beberapa organisasi lain berencana untuk menggelar penelitian seperti itu. Dengan demikian mereka dapat memberikan pedoman kepada pejabat kesehatan tentang mengembalikan kehidupan normal sebagian masyarakat di daerah-daerah tertentu.

Jika ternyata virus menyebar lebih luas dibandingkan yang sudah diketahui sebelumnya, maka ada kemungkinan banyak orang yang telah mengembangkan imunitas ke level tertentu terhadap virus. Hal ini dapat menghambat penyebaran virus melalui apa yang disebut sebagai herd immunity (kekebalan kawanan).

Akan tetapi para ilmuwan sudah memperingatkan masih banyak yang perlu dipelajari tentang apakah gejala ringan memicu kekebalan dan berapa lama waktu yang dibutuhkan. Mungkin butuh waktu berbulan-bulan hingga para peneliti dan ilmuwan dapat menjawab pertanyaan itu dan berbagai pertanyaan lainnya. Seperti seberapa luas penyebaran telah terjadi dan seberapa mematikannya virus ini.

Hingga saat ini kedua pertanyaan tersebut baru dapat dijawab melalui perkiraan. "Jika mereka semua telah melihat virus sebelumnya, maka mungkin Anda dapat tenang di lingkungan Anda dan melonggarkan pembatasan sosial, kami belum mendekati sesuatu yang harus kami lakukan, dalam pemeriksaan antibodi," kata Mina.

sumber : AP
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement