Selasa 21 Apr 2020 00:03 WIB

Ketua KPU Ungkap Pertemuannya dengan Harun Masiku

Ketua KPU Arief Budiman pada Senin menjadi saksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta.

Ketua KPU Arief Budiman (tengah).
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Ketua KPU Arief Budiman (tengah).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua KPU Arief Budiman mengungkapkan isi pembicaraannya dengan politikus PDI Perjuangan Harun Masiku di kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada September 2019. Hal itu diungkap Arief saat menjadi saksi di Pengadilan Tipikor, Senin (20/4).

"Pernah sekali Harun Masiku ke tempat saya, saya tidak ingat pastinya, tapi yang jelas setelah ada ada putusan dari Mahkamah Agung itu. Saya tidak bisa pastikan karena saya lupa detail-detailnya, terlalu banyak orang bertemu saya, tapi saya ingat pasti setelah keluarnya putusan MA yang judicial review itu," kata Arief di kediamannya di Jakarta, Senin.

Baca Juga

Arief menyampaikan hal tersebut sebagai saksi di pengadilan untuk terdakwa Saeful Bahri. Arief bersaksi melalui sarana video conference. Sedangkan, Saeful Bahri berada di rumah tahanan (rutan) KPK di gedung KPK lama, jaksa penuntut umum (JPU) KPK, majelis hakim dan sebagian penasihat hukum berada di pengadilan Tipikor Jakarta.

Saeful Bahri yang juga merupakan kader PDIP didakwa bersama-sama Harun Masiku ikut menyuap mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan sebesar Rp600 juta. Tujuannya, agar Wahyu mengupayakan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI daerah Sumatera Selatan I kepada Harun Masiku.

"Harun Masiku ke tempat saya untuk menunjukkan putusan MA, bukan yang fatwa jadi kemungkinan soal waktunya setelah putusan judicial review di MA, tapi sebelum keluarnya fatwa karena yang dia tunjukkan ke saya hanya soal itu," ucap Arief menambahkan.

Dalam dakwaan disebutkan, bahwa meski politikus PDIP Nazaruddin Kiemas sudah meninggal dunia. Namun, ia tetap mendapat suara tertinggi di dapil Sumsel I yaitu 34.276 suara dalam pileg. Pada Juli 2019 rapat pleno PDIP memutuskan Harun Masiku yang hanya mendapat suara 5.878 sebagai caleg pengganti terpilih yang menerima pelimpahan suara dari Nazaruddin Kiemas.

Atas keputusan rapat pleno DPP PDIP tersebut, Hasto lalu meminta Donny Tri Istiqomah selaku penasihat hukum PDIP untuk mengajukan surat permohonan ke KPU RI. Dasarnya adalah putusan uji materi yang diajukan PDIP di MA yaitu putusan Nomor 57 P/HUM/2019 tertanggal 19 Juli 2019 yang menyatakan sah untuk calon yang meninggal dunia dan dinyatakan sah untuk partai politik bagi calon yang meninggal dunia dan dinyatakan sah untuk partai politik bagi calon yang tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon.

Namun, KPU membalas surat DPP PDIP itu dengan menyatakan tidak dapat mengakomodasi permohonan DPP PDIP karena tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

"Saya sebetulnya terbuka kepada siapa pun yang mau konsultasi ke tempat saya, baik formal maupun informal nah yang bersangkutan datang ke kantor melalui sekretaris saya diberitahu ada yang mau bertemu jadi saya persilakan saja," tutur Arief.

Menurut Arief, Harun tidak bersurat atau membuat perjanjian lebih dulu untuk bertemu dirinya.

"Kedatangan Harun Masiku informal jadi tidak ada dokumen-dokumen yang masuk secara resmi, pas saya masuk kemudian ditemui di tempat kerja saya karena seingat saya dia datang, saya tidak ada tamu yang lain ya saya persilakan saja," ungkap Arief.

Arief mengaku Harun tidak datang sendirian tapi berdua dengan temannya, namun ia tidak ingat siapa nama rekan Harus tersebut. Arief juga menyebut lupa apakah ada komisioner KPU lain yang ikut menemani dirinya menemui Harun.

"Saya tidak ingat pasti karena biasanya saat saya terima tamu ada teman-teman anggota ke ruangan saya ya saya persilakan saja. Jadi keluar masuk saja, pintu ruangan saya buka saja. Saya tidak ingat apakah ada yang sempat datang atau keluar, pintu ruangan saya selalu terbuka untuk masuk ke ruang tamu," papar Arief.

Dalam pertemuan itu, Harun Masiku intinya menyampaikan sudah ada surat PDIP terkait putusan uji materi MA dan mohon KPU bisa menjalankan putusan MA tersebut.

"Penekanannya pada judicial review MA, dia bawa surat DPP PDIP, tapi saya tidak ingat rinciannya, yang saya ingat ada putusan MA soal uji materi tapi karena pertemuan informal saya tidak mencatat detail-detailnya karena saya anggap konsultasi informal saja," ungkap Arief.

Ia pun lupa selain salinan surat DPP PDIP, apalagi yang dibawa Harun.

"Harun kebetulan tidak minta tolong yang memaksa-maksa begitu, lebih kepada pemberitahuan mohon bisa ditindaklanjuti, lebih konsultasi, ada surat PDI P, ada putusan uji materi MA mohon diperhatikan," kata Arief.

Atas permintaan Harun tersebut, Arief mengaku bahwa KPU tidak akan mengubah keputusannya yaitu mengesahkan Riezky Aprillia sebagai caleg terpilih PDIP dapil Sumsel I.

"Saya jelaskan bahwa KPU sudah bersikap terkait permohonan tersebut, dan karena bertentangan dengan perundangan jadi tidak bisa ditindaklanjuti, tidak bisa dipenuhi," ungkap Arief.

Alasannya, karena pertama KPU telah menetapkan perolehan suara masing-masing parpol dan masing-masing calon sehingga perubahan perolehan suara hanya bisa disengketakan melalui Mahkamah Konstitusi. Alasan kedua adalah penetapan calon terpilih berdasarkan suara terbanyak dan berdasarkan dokumen di KPU sampai selesainya sengketa pilkada di MK gugatan untuk suara Nazaruddin Kiemas.

Artinya, masih sama dengan rekapitulasi suara nasional pada 21 Mei 2019, sehingga tidak mungkin dilakukan perubahan nama caleg terpilih karena bertentangan dengan peraturan perundangan. Sejak ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 9 Januari 2020, Harun hingga saat ini belum ditemukan dan sudah dimasukkan dalam daftar pencarian orang (DPO) alias buron.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement