Selasa 21 Apr 2020 16:46 WIB

Pergeseran Aksi Kejahatan, Pengamat: Terdesak Kebutuhan

Pengamat mendukung langkah kepolisian mengambil tindakan tegas bagi para pelaku.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Ratna Puspita
Kriminalitas (ilustrasi). Pergeseran modus operasi tindakan kejahatan selama pandemi virus corona (Covid-19) terjadi di wilayah Jakarta dan sekitarnya lantaran para pelaku terdesak untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari di tengah wabah virus corona yang membuat aktivitas masyarakat terbatas.
Foto: AP/CBS
Kriminalitas (ilustrasi). Pergeseran modus operasi tindakan kejahatan selama pandemi virus corona (Covid-19) terjadi di wilayah Jakarta dan sekitarnya lantaran para pelaku terdesak untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari di tengah wabah virus corona yang membuat aktivitas masyarakat terbatas.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Hukum dari Universitas Al Azhar Indonesia, Suparji Ahmad, merespons klaim Polda Metro Jaya bahwa terjadi pergeseran modus operasi tindakan kejahatan selama pandemi virus corona (Covid-19) terjadi di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Polisi menyebut, saat ini aksi kejahatan yang dilakukan lebih banyak mengarah ke pencurian yang menjadikan minimarket sebagai sasarannya.

Ia menilai, pergeseran itu terjadi lantaran para pelaku terdesak untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari di tengah wabah virus corona yang membuat aktivitas masyarakat terbatas. Bahkan, ada pula yang harus sampai kehilangan pekerjaan.

Baca Juga

"Mereka menyasar kebutuhan makanan dan uang tunai yang tersedia di minimarket tersebut pada situasi pendemi virus corona karena ada desakan kebutuhan yang akhirnya dipenuhi dengan cara yang tidak benar dengan melakukan pencurian atau perampokan," kata Suparji saat dihubungi Republika, Selasa (21/4).

Suparji menambahkan faktor lain yang memengaruhi hal itu terjadi, yakni aksi para narapidana yang telah bebas melalui asimilasi dalam rangka pencegahan dan penanggulangan penyebaran wabah virus corona. Menurut dia, para narapidana itu kembali melakukan kejahatan lantaran karakter masing-masing pribadi dan masa tahanan yang dijalani tidak mampu memberikan efek jera.

"Mungkin karena yang bersangkutan punya karakter yang belum bisa diubah. Situasi serba susah, termasuk masalah ekonomi akibat corona yang menyebabkan napi tersebut mencari jalan pintas untuk mencukupi kebutuhan hidupnya," papar dia.

Suparji menjelaskan, langkah pemerintah untuk memberikan asimilasi kepada sejumlah narapidana tidaklah salah. Namun, dia mengatakan, pihak yang berwenang tidak cermat dalam memetakan siapa saja narapidana yang berhak menerima asimilasi tersebut.

"Pemberian asimilasi tidak sepenuhnya salah, tapi tidak cermat memetakan siapa yang diberikan asimilasi," ujarnya.

Suparji menilai, seharusnya yang menjadi pertimbangan untuk mendapatkan asimilasi itu adalah seorang narapidana sudah memiliki perilaku yang lebih baik dan tidak akan mengulangi kejahatannya lagi. Karena itu, kata dia, para petugas lapas perlu kecermatan untuk menilai apakah seorang narapidana dapat memperoleh asimilasi atau tidak.

"Perlu kecermatan petugas lembaga permasyarakatan dalam mengamati dan menilai warga binaan, agar tidak terkecoh perilaku mereka (selama di tahanan)," imbuh Suparji.

Di sisi lain, Suparji mendukung langkah kepolisian untuk mengambil tindakan tegas bagi para pelaku kejahatan, yakni dengan cara menembak. Namun, jelas dia, langkah itu harus dilakukan sesuai prosedur dan hanya jika pelaku melakukan perlawanan terhadap petugas.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement