Selasa 21 Apr 2020 20:50 WIB

Risma Ingatkan Warga Surabaya tak Pulang Kampung

Risma menyebut 90 persen warga Surabaya positif Covid-19 karena mobilitas penduduk

Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa (kedua kiri) didampingi Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini (kedua kanan). Risma menyebut 90 persen warga Surabaya positif Covid-19 karena mobilitas penduduk
Foto: ANTARA/Moch Asim
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa (kedua kiri) didampingi Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini (kedua kanan). Risma menyebut 90 persen warga Surabaya positif Covid-19 karena mobilitas penduduk

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengimbau warga Kota Pahlawan, Jawa Timur, untuk tidak mudik Lebaran ke daerah asalnya sebagai upaya memutus rantai penyebaran virus corona atau COVID-19.

"Saya berharap untuk warga Surabaya tidak melakukan mudik. Saya tahu bahwa semua inginnya mudik, tapi kita harus tahu bahwa saat ini kondisinya tidak memungkinkan untuk mudik karena risikonya sangat besar sekali," kata Wali Kota Risma di Balai Kota Surabaya, Selasa (21/4).

Baca Juga

Risma mencontohkan hampir 90 persen kasus positif COVID-19 di Surabaya karena adanya mobilitas penduduk, baik dari luar kota atau luar negeri yang kemudian menjadi positif. Jika orang tersebut positif, maka hal ini pasti berpengaruh terhadap keluarga, teman-teman, ataupun tetangga di sekitar.

"Akhirnya semua terkena dampak yang harus bukan hanya tinggal 14 hari, tapi ada kemungkinan kita menjadi positif kemudian kita harus rawat jalan atau rawat inap sampai beberapa hari kalau positif, dan itu tidak boleh kemana-mana," ujarnya.

Mengingat risiko yang sangat besar itu, Risma berharap kepada seluruh warga agar tidak melakukan mobilitas penduduk atau mudik, meski saat ini dalam kondisi sehat atau negatif COVID-19. Sebab ketika melakukan mobilitas mudik, bisa saja daerah yang dituju itu ada yang terjangkit atau risiko ketika proses perjalanan.

"Tolong dipikirkan panjang risiko yang harus kita alami ketika melakukan mudik," katanya.

Wali kota perempuan pertama di Surabaya ini juga menjelaskan ada tiga pilihan ketika seseorang melaksanakan mudik atau tidak yakni pertama, berisiko sakit dan masuk ke rumah sakit bahkan berimplikasi pada kematian.

Kedua, ketika masuk ke rumah sakit, orang tersebut tidak bisa mencari nafkah dan ketiga, tidak melaksanakan mudik dan tetap sehat. "Nah, kalau memilih sehat, ayo kita tidak melakukan pergerakan mudik itu karena resikonya sangat besar sekali," katanya.

Presiden Asosiasi Pemerintah Kota se-Asia Pasifik ini juga mengungkapkan, dari beberapa kasus positif COVID-19 di Surabaya, 10 persennya karena tertular setelah bepergian ke daerah yang tidak sama sekali disangka ada yang terjangkit. Namun, setelah pihaknya melakukan tracing atau pelacakan dan hasilnya positif, ternyata mobilitas orang tersebut dari sebuah kota lain.

"Jadi karena itu kita tidak ngomong di sana tidak ada (terjangkit), tapi saat bergerak itu kemungkinan resiko sangat tinggi. Ayo mari kita bersama-sama yang bijak, bukan untuk diri kita sendiri, tapi untuk keluarga kita, juga untuk teman-teman, sahabat-sahabat, dan tetangga-tetangga kita," katanya.

Wali Kota Risma telah mengeluarkan surat edaran (SE) tentang protokol pengendalian mobilitas penduduk pada 6 April 2020. Surat edaran bernomor: 470/3674/436.7.13/2020 tersebut, ditujukan kepada Ketua RT, pengelola apartemen, pengelola country house, dan pengurus REI Jawa Timur.

Surat edaran ini berdasarkan keputusan Presiden RI Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Akibat COVID-19. Pemkot Surabaya meminta para Ketua RT dan pihak pengelola itu untuk melakukan beberapa antisipasi demi memutus mata rantai penyebaran COVID-19.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement