REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelaksana Tugas Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri menegaskan lembaganya tidak bisa dipaksakan oleh pihak mana pun untuk segera mengeluarkan terdakwa dari tahanan.
Hal tersebut menanggapi pernyataan Maqdir Ismail, pengacara terdakwa mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy alias Rommy yang menyatakan kliennya bisa bebas pekan depan, setelah putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menerima banding Romi dengan mengurangi hukumannya dari 2 tahun menjadi 1 tahun penjara.
"Tentang hal tersebut, KPK pasti akan bekerja sesuai aturan hukum acara yang berlaku, sehingga tidak bisa dipaksakan oleh pihak mana pun untuk segera mengeluarkan terdakwa dari tahanan," ujar Ali melalui keterangannya, di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, KPK tetap menghormati dan menghargai putusan tersebut, meskipun sangat rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) sebelumnya. "Untuk itu lah, JPU KPK sekarang sedang serius mempelajari pertimbangan-pertimbangan majelis hakim lebih dahulu, untuk selanjutnya mengusulkan sikapnya kepada pimpinan KPK," ungkap Ali.
Sebelumnya, Romi telah ditahan KPK di Rutan Cabang KPK di belakang Gedung Merah Putih KPK Jakarta sejak 16 Maret 2019, setelah tertangkap tangan pada 15 Maret 2019 di Surabaya.
Namun, Romi juga sempat dibantarkan penahanannya selama 44 hari akibat sakit.
"Mestinya dibebaskan minggu depan, meskipun KPK kasasi, karena tidak ada dasar hukum untuk melakukan penahanan," ujar Maqdir melalui keterangannya di Jakarta, Jumat.
Romi merupakan terdakwa perkara suap seleksi jabatan di lingkungan Kementerian Agama Tahun 2018-2019.
Sebelumnya pada tingkat pertama, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta telah menjatuhkan vonis 2 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan kepada Romo, karena terbukti menerima suap sebesar Rp255 juta dari Kepala Kantor Kemenag Provinsi Jawa Timur Haris Hasanuddin, dan Rp91,4 juta dari Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik Muhammad Muafaq Wirahadi.
Vonis tersebut lebih rendah dibanding tuntutan JPU KPK yang meminta Romi dituntut 4 tahun penjara ditambah denda Rp250 juta subsider 5 bulan kurungan, ditambah pembayaran kewajiban sebesar Rp46,4 juta subsider 1 tahun penjara dan pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun.