REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Boeing mengakhiri kesepakatan senilai 4,2 miliar dolar AS dengan produsen kedirgantaraan Brasil Embraer, Sabtu (25/4). Kesepakatan yang sudah direncanakan sejak lama ini harus disudahi karena adanya kemacetan pada negosiasi sebelum batas waktu Jumat (24/4) malam.
Langkah ini dilakukan di tengah kebijakan restriksi perjalanan udara global akibat pandemi virus corona baru (Covid-19) yang telah membuat divisi pesawat komersial Boeing berjuang keras mencari uang tunai. Ini menunjukkan, bagaimana krisis ekonomi telah memiliki dampak jangka panjang terhadap daya saing global perusahaan.
Pimpinan Boeing untuk kemitraan dan operasi grup Embraer, Marc Allen, mengatakan, pihaknya telah melakukan negosiasi produktif selama beberapa bulan terakhir. Tapi, pada akhirnya, diskusi tersebut tidak berhasil karena kondisi Perjanjian Transaksi Utama (Master Transaction Agreement) tidak terpenuhi.
"Kami semua ingin menyelesaikannya dengan penghentian sejak awal, tapi tidak terjadi," ujar Allen melalui rilis resmi, seperti dilansir di Washington Post, Sabtu (25/4).
Alleng mengakui, kesepakatan yang berakhir ini memang mengecewakan. Tapi, pihak perusahaan telah mencapai titik di mana negosiasi secara terus menerus dengan kerangka MTA tidak mampu menyelesaikan masalah yang ada.
Sementara itu, Embraer membantah telah melanggar ketentuan perjanjian dan menuduh Boeing berbohong dengan menutupi motif sebenarnya untuk keluar dari kesepakatan. Dalam sebuah pernyataan resmi yang dikirim via email ke wartawan, langkah Boeing digambarkan sebagai kesalahan dalam penghentikan perjanjian dan berpotensi masuk ke ranah hukum.
Embraer bahkan berkomitmen untuk segera menyelesaikan permasalahan dengan Boeing. "Embraer sangat percaya, Boeing telah salah menghentikan MTA dengan membuat klaim palsu sebagai dalih menghindari komitmennya untuk menghentikan pembayaran ke Embraer dengan nilai pembelian 4,2 miliar dolar AS," tulis pernyataan resmi tersebut.
Pihak Embraer menambahkan, mereka percaya Boeing telah terlibat dalam pola keterlambatan yang sistematis dan pelanggaran terhadap MTA secara berulang kali. Embraer menilai, Boeing enggan menyelesaikan transaksi mengingat kondisi keuangan perusahaan yang tertekan dan masalah pada 737 MAX dan isu reputasi lainnya.
Langkah Boeing mengakhiri negosiasi dan persetujuan regulasi selama bertahun-tahun di kedua negara, AS dan Brasil. Kesepakatan tersebut akan memberikan Boeing 80 persen saham pengendali di Embraer dan memungkinkan Boeing mengambil kendali atas pesawat jet komersial lorong tunggal (narrowed-body).
Kesepakatan antara Boeing dengan Embraer diumumkan pada 2018, ketika bisnis kedirgantaraan Boeing berada pada masa puncak. Kesepakatan ini merupakan langkah agresif untuk membangun portofolio Boeing, khususnya untuk bersaing dengan rivalnya, Airbus. Embraer sendiri bersaing langsung dengan Bombardier, pabrikan jet Kanada yang bergabung dengan Airbus pada 2017.
Tapi, 2019 dan 2020 membawa kehancuran bersejarah dalam bisnis penerbangan komersial Boeing. Tahun lalu, perusahaan terpaksa menghentikan penjualan jet komersial terlarisnya, 737 Max. Terjadi kecacatan pada sistem kontrol penerbangan yang menyebabkan dua kecelakaan pesawat mematikan hingga menewaskan ratusan orang.
Kondisi Boeing semakin tertekan ketika penutupan lalu lintas udara global dilakukan banyak negara untuk menekan penyebaran Covid-19. Hal ini membuat pelanggan Boeing kacau, membuat beberapa maskapai penerbangan dan perusahaan penyewaan pesawat membatalkan pesanan.
Baru-baru ini, perusahaan penyewaan pesawat Avalon membatalkan jet 737 Max senilai 8,4 miliar dolar AS. Analis memperkirakan, akan ada pembatalan-pembatan lain mengingat restriksi lalu lintas udara internasional masih banyak yang ditutup.
Sementara itu, harga saham Boeing tercatat telah hilang dua pertiga dibandingkan nilai sahamnya selama setahun terakhir.