REPUBLIKA.CO.ID, ADEN -- Kelompok separatis Yaman yang bernama Southern Transitional Council (STC) mengumumkan pemerintahan mereka sendiri di selatan negara itu. Pemerintahan Yaman yang didukung Arab Saudi memperingatkan pengumuman itu akan menimbulkan 'konsekuensi yang besar'.
Langkah STC tersebut mengancam konflik baru antara sejumlah sekutu di perang Yaman yang memiliki berbagai front. Sementara, PBB berusaha mengamankan gencatan senjata permanen untuk mengatasi pandemi virus corona di negara yang sudah lemah karena kelaparan dan penyakit.
Saksi mata mengatakan STC mengerahkan pasukan bersenjata di Aden. Provinsi pemerintahan sementara yang didukung koalisi militer yang dipimpin Arab Saudi termasuk STC. Dalam pernyataannya Ahad (26/4) STC mengumumkan pemerintahan darurat d Aden dan seluruh wilayah selatan.
Tahun lalu, STC yang didukung salah satu mitra koalisi Riyadh yakni Uni Emirat Arab berpaling dari pemerintahan Abdrabbuh Mansur Hadi. Mereka mengepung Aden hingga wilayah-wilayah selatan lainnya dengan kekerasan.
Pada November tahun lalu, Arab Saudi menengahi kesepakatan antar STC dan pemerintahan Mansur Hadi agar dapat membentuk pemerintahan yang lebih inklusif dan menempatkan semua pasukan bersenjata dalam kontrol negara. Tapi hingga kini kabinet baru belum terbentuk.
"Pengumuman yang dilakukan oleh mereka yang dikenal dewan transisi bertujuan untuk mendirikan pemerintahan wilayah selatan artinya dimulainya kembali pemberontakan senjata, dan pengumuman ini adalah penolakan dan penarikan diri dari kesepakatan Riyadh," kata Menteri Luar Negeri Yaman Mohammed Al-Hadhrami dalam pernyataannya di Twitter.
Ia mengatakan karena pengumuman tersebut, STC akan menghadapi konsekuensi besar dan berbahaya sendirian. Sejak kelompok Houthi yang didukung Iran menggulingkan pemerintahan Hadi di Sana'a pada akhir 2014 lalu. Yaman tenggelam dalam kekerasan.
Konflik yang tampaknya perang proksi antara Arab Saudi dan Iran ini sudah mengalami kebuntuan militer selama bertahun-tahun. Kelompok Houthi masih menguasai kota-kota besar walaupun perang sudah menewaskan lebih dari 100 ribu jiwa.
Pada Jumat (24/4) lalu, koalisi Arab Saudi memperpanjang gencatan senjata unilateral yang didorong PBB untuk fokus mengatasi pandemi virus corona. Kelompok Houthi menerima untuk melakukan gencatan senjata selama dua pekan dan kekerasan kembali berlanjut di beberapa provinsi.
Hingga kini, Yaman baru melaporkan satu kasus infeksi virus corona. Organisasi kemanusian khawatir wabah tersebar di populasi yang malnutrisi sementara sistem kesehatan negara itu ambruk dan tidak memiliki peralatan pemeriksaan yang memadai.