REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dian Fath Risalah, Antara
Indonesia Corruption Watch (ICW) menyampaikan kritik kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). ICW menilai pernyataan Ketua KPK Firli Bahuri ihwal bekerja dalam senyap patut dikritik.
Sebelumnya, Firli menyatakan penangkapan yang dilakukan tanpa pengumuman status tersangka merupakan ciri khas dari kerja-kerja senyap KPK saat ini, yang tidak berkoar-koar di media dengan tetap menjaga stabilitas bangsa di tengah Covid-19. “Siaran pers yang disampaikan Firli ke media layak untuk dikritisi bersama, utamanya pada bagian tidak koar-koar ke media,” kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, menegaskan kepada Republika.co.id, Selasa (28/4).
Sepertinya, Kurnia melanjutkan, Firli Bahuri harus membuka dan membaca secara saksama isi dari Undang-Undang KPK. Pasalnya, pasal 5 secara tegas menyebutkan bahwa dalam menjalankan tugas, KPK berpegang pada asas keterbukaan, akuntabilitas, dan kepentingan umum. “Ini mengartikan bahwa masyarakat berhak tahu apa yang sedang dikerjakan oleh KPK. Hal itu diketahui melalui publikasi ke media,” kata Kurnia menegaskan.
Karena itulah, Kurnia menambahkan, pernyataan itu tidak pantas dikeluarkan oleh seorang Ketua KPK. Lebih lanjut, Kurnia menuturkan, publik akan bangga ke KPK jika Firli Bahuri dapat menangkap Harun Masiku, Nurhadi, Sjamsul Nursalim, maupun Itjih Nursalim; dan melanjutkan kasus bailout Bank Century, serta menuntaskan kasus pengadaan KTP-el. “Namun, melihat pola kerja pimpinan KPK saat ini rasanya keinginan publik itu tidak akan pernah terealisasi,” ujar Kurnia.
ICW menilai proses penangkapan yang dilakukan oleh KPK terhadap dua orang tersangka di Kabupaten Muara Enim bukan hal yang begitu membanggakan untuk kepemimpinan Firli Bahuri. Menurut ICW, kasus tersebut sejatinya merupakan pengembangan dari kepemimpinan KPK era sebelumnya.
“Jika dilihat lebih lanjut, sejak Firli Bahuri cs dilantik menjadi pimpinan KPK, sebenarnya belum ada satu pun penindakan yang benar-benar didasari penyelidikan di era ia memimpin lembaga antirasuah itu; mulai dari OTT komisioner KPU, Bupati Siduarjo, anggota DPRD Sumatra Utara, dan Muara Enim. Keseluruhan kasus ini merupakan pengembangan dari pimpinan KPK era sebelumnya,” ujar Kurnia dalam pesan singkatnya.
Kurnia mengatakan, penting untuk ditegaskan bahwa tudingan beberapa pihak yang menyatakan KPK era-era sebelumnya menciptakan kegaduhan merupakan kekeliruan yang mendasar. Pasalnya, pemberian informasi ke publik dalam setiap langkah KPK merupakan prinsip dasar nilai-nilai yang ada di KPK, yakni keterbukaan, akuntabilitas, dan kepentingan umum.
“Lagi pun, ketika ada kegaduhan sebenarnya itu bukan bersumber dari KPK, akan tetapi dari para pelaku korupsi yang selalu mencari celah agar terbebas dari jerat hukum dengan melakukan cara-cara di luar hukum,” tutur Kurnia.
ICW menilai langkah KPK saat ini justru sering menjadi sorotan publik. “Bagaimana tidak, lebih dari tiga bulan Firli Bahuri dilantik menjadi pimpinan KPK, praktis tidak ada kelanjutan penanganan kasus-kasus besar; mulai dari skandal korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), pengadaan KTP elektronik, dan bailout Bank Century,” ucap Kurnia.
Selain itu, dalam kasus lain KPK saat ini pun mengalami kemunduran yang luar biasa. Bahkan, dua buronan sepertinya tidak mampu ditangkap oleh KPK, yaitu Harun Masiku dan Nurhadi.
“Waktu pencarian sudah terlalu panjang dan berlarut-larut. Tidak salah jika publik menilai bahwa KPK bukan tidak mampu menangkap mereka, akan tetapi memang tidak mau,” katanya menegaskan.
Ketua KPK Firli Bahuri menegaskan, pihaknya akan terus berkomitmen untuk memberantas korupsi secara tuntas. Salah satunya dengan bekerja dalam senyap.
“KPK terus menyelesaikan perkara-perkara korupsi walau kita menghadapi bahaya Covid-19. Tapi, pemberantasan tidak boleh berhenti, baik dengan cara pencegahan maupun penindakan,” kata Firli menegaskan dalam pesan singkatnya, Selasa (28/4).
Firli melanjutkan, penangkapan yang dilakukan tanpa pengumuman status tersangka merupakan ciri khas dari kerja-kerja senyap KPK saat ini. “Kami tidak koar-koar di media dengan tetap menjaga stabilitas bangsa di tengah Covid-19,” ungkapnya.
Pada Ahad (26/4), KPK menangkap dua tersangka pengembangan kasus Muara Enim. Kedua tersangka adalah Aries HB selaku ketua DPRD Kabupaten Muara Enim dan Ramlan Suryadi selaku plt kepala Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim. Keduanya telah ditetapkan menjadi tersangka sejak 5 Maret 2020 lalu. Namun, KPK baru mengumumkannya pada Senin (27/4) kemarin setelah menangkap dan menahan keduanya.
Menurut Firli, penangkapan ini menambah jumlah penangkapan tersangka pada triwulan pertama tahun 2020 menjadi 8 orang dibandingkan pada triwulan pertama tahun 2019 yang hanya 1 orang. Firli mengeklaim penangkapan tersebut merupakan proses kerja keras penyidikan telah menghasilkan bukti yang cukup guna menemukan tersangka.
Pasalnya, Firli menambahkan, sebelumnya KPK telah beberapa kali melakukan pemanggilan. “Tapi, yang bersangkutan tidak memenuhi tanpa alasan yang sah, kemudian kami memerintahkan untuk mencari tersangka. Sehingga hari ini kedua tersangka tertangkap oleh penyidik,” katanya menegaskan.
“KPK saat ini tetap bekerja mengikuti anjuran pemerintah terkait social distancing dan physichal distancing dalam melakukan penangkapan terhadap dua tersangka,” katanya menambahkan.
Kinerja KPK periode kepemimpinan Firli juga sudah dibahas oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Dewas menggelar rapat koordinasi pengawasan (rakorwas) bersama pimpinan KPK di gedung KPK lama, Jakarta, Senin (27/4). Rakorwas itu membahas evaluasi kinerja pimpinan KPK periode 2019-2023 pada triwulan pertama 2020.
"Sesuai dengan amanat pasal 37 B butir a dan f UU No 19 Tahun 2019 tentang KPK, dewan pengawas bertugas mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK dan melakukan evaluasi kinerja pimpinan dan pegawai KPK," kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean melalui keterangannya di Jakarta, Senin (27/4).
Mengenai evaluasi kinerja pimpinan KPK, Tumpak mengatakan, telah ada pembahasan terhadap evaluasi Laporan Akuntabilitas Kinerja (LAK) KPK Tahun 2019. Ia mengungkapkan, ada beberapa poin permasalahan yang dibahas terkait dengan perspektif pemangku kepentingan, proses internal, pertumbuhan dan pembelajaran, serta perspektif keuangan.
"Selain evaluasi terhadap LAK KPK, juga dilakukan evaluasi terhadap kinerja lainnya. Hasil simpulan bahwa akan dilakukan perbaikan terhadap berbagai perspektif tersebut," ujar Tumpak.
Menyinggung soal pelaksanaan tugas dan wewenang KPK, Tumpak mengatakan bahwa telah ada pembahasan dan kesepakatan atas 18 poin isu permasalahan dari berbagai kedeputian. Menurut dia, poin-poin isu permasalahan itu mayoritas perihal kedeputian penindakan yang bersumber di antaranya dari laporan pengaduan yang masuk ke dewas.
"Kesepakatan yang diperoleh dari 18 isu permasalahan tersebut yaitu akan ada perbaikan terhadap 18 isu permasalahan oleh KPK," ucapnya.
Tumpak menyatakan bahwa pengawasan dan evaluasi kinerja pimpinan dan pegawai KPK dilakukan secara bertahap. "Hasil pengawasan dan evaluasi kinerja sesuai dengan ketentuan UU KPK akan dilaporkan kepada presiden dan DPR RI satu tahun sekali," ungkapnya.
Rakorwas itu dihadiri oleh seluruh dewas dan pimpinan KPK beserta jajaran pejabat struktural KPK. Adapun materi pembahasan terbagi menjadi dua sesi, yaitu soal tugas wewenang KPK dan evaluasi kinerja pimpinan KPK.
Dewas KPK merupakan struktur baru dalam tubuh KPK berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK. Dewan pengawas antara lain bertugas untuk mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK; memberikan izin atau tidak memberikan izin penyadapan, penggeledahan, maupun penyitaan; menyusun dan menetapkan kode etik pimpinan dan pegawai KPK, dan menerima laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan dan pegawai.