Selasa 28 Apr 2020 18:01 WIB

Hubungan Australia dan China Kian Memanas

Hubungan Australia dan China memanas karena inisiatif investigasi Covid-19.

Rep: Lintar Satria/ Red: Christiyaningsih
Tanda Tetap Aman dari Coronavirus terlihat di pantai Elwood, Melbourne, Australia, Senin (13/4). Hubungan Australia dan China memanas karena inisiatif investigasi Covid-19. Ilustrasi.
Foto: EPA-EFE / SCOTT BARBOUR
Tanda Tetap Aman dari Coronavirus terlihat di pantai Elwood, Melbourne, Australia, Senin (13/4). Hubungan Australia dan China memanas karena inisiatif investigasi Covid-19. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Australia meminta duta besar China menjelaskan apa yang ia sebut ancaman 'koersi ekonomi'. Langkah ini adalah yang akan diambil China untuk merespons upaya Australia mendorong adanya penyelidikan internasional terkait sumber dan penyebaran virus corona.

Pada Selasa (28/4) Menteri Perdagangan Australia Simon Birmingham mengatakan, Australia adalah 'pemasok krusial' bagi China untuk barang-barang impor yang mereka butuhkan seperti biji besi. Birmingham mengatakan, sumber daya alam dan energi Australia sangat membantu pertumbuhan dan pembangunan manufaktur China.

Baca Juga

"Australia tidak mengubah posisi kebijakan kami dalam isu kesehatan publik karena koersi ekonomi atau ancaman koersi ekonomi. Kami akan mengubah posisi kebijakan kami dalam hal keamanan nasional," kata Birmingham pada Radio ABC, Selasa (28/4).

Sebelumnya, Duta Besar China untuk Australia Cheng Jingye memperingatkan pemerintah Australia yang ingin menggelar penyelidikan sumber virus corona atau Covid-19. Jingye mengatakan, upaya Australia dapat memicu konsumen China melakukan boikot terhadap produk mereka.

Dalam wawancara dengan The Australian Financial Review pada Senin (27/4), Jingye mengatakan, upaya Australia yang ingin menggelar penyelidikan 'berbahaya'. Ia memprediksi usaha Australia menarik dukungan akan gagal.

Kedutaan Besar China merilis ringkasan percakapan di laman resmi mereka. Dalam ringkasan percakapan itu, Cheng mengatakan 'sepenuhnya menolak kekhawatiran dari pihak Australia'.

"Fakta bawah proposal itu adalah manuver politik tidak dapat dikubur," kata Cheng dalam ringkasan percakapan tersebut.

Kepada Sky News Australia, Birmingham mengatakan 'keberatan Pemerintah Australia sudah disampaikan melalui sambungan telepon'. Negeri Tirai Bambu adalah mitra dagang terbesar Australia. Sebanyak 26 persen dari total perdagangan Australia dilakukan dengan China.

Pada 2018/2019, nilai perdagangan antara kedua negara mencapai 235 miliar dolar Australia atau 150 miliar dolar AS. China adalah pasar tunggal terbesar Australia pada ekspor batu bara, biji besi, anggur, daging, pariwisata, dan pendidikan. 

"Australia pemasok krusial untuk perekonomian China, seperti halnya perekonomi China memasok barang-barang, sumber daya dan layanan untuk perekonomian Australia," kata Birmingham.

Ia menambahkan, Australia ingin mempertahankan hubungan positif dengan China tapi juga mencari kesempatan lain di India dan Uni Eropa. Valuasi perdagangan Australia  dengan Uni Eropa dan India pada 2018/2019 sebesar 114,3 miliar dolar Australia dan 30,3 miliar Australia.

Walaupun pada 2018/2019 Australia dan China mengalami ketegangan diplomatik karena Negeri Kanguru mengesahkan undang-undang intervensi asing yang dianggap mengincar China, tapi perdagangan kedua negara tumbuh 20 persen. "China membutuhkan kami, mari jangan lupakan itu. Banyak impor penting industri China seperti biji besi, batu bara, dan gas berasal dari Australia. Tidak mudah bagi CHina untuk mencari pengganti tiga input terbesar industri mereka," kata anggota Partai Liberal James Paterson kepada Sky News.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement