Jumat 01 May 2020 02:42 WIB

Pakar Hukum : Kerja Senyap KPK Bersifat Pro Justitia

Pakar menilai kerja senyap KPK dibawah kepemimpinan Firli bersifat pro justitia.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Bayu Hermawan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Foto: Republika/Dian Fath Risalah
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pakar Hukum Pidana Prof Dr Romli Atmasasmita menilai langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk bekerja dalam senyap sudah sesuai UU KPK. Bekerja dalam senyap menurut Romli merupakan salah satu bentuk tindakan hukum yang bersifat Pro Justitia yang bersifat rahasia. 

"Penangkapan atau OTT (operasi tangkap tangan) merupakan tindakan hukum yang masuk kedalam Pro Justitia dan bersifat rahasia. Bukan untuk konsumsi publik, termasuk media dalam konfrensi pers," kata Romli dalam keterangan tertulisnya, Kamis (30/4).

Baca Juga

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjajaran itu menilai KPK di bawah kepemimpinan Firli Bahuri telah menerapkan prinsip perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka melalui proses pemeriksaan untuk memperoleh dua alat bukti yang cukup. Hal itu untuk menjaga harkat dan martabat seseorang. 

Sebab dikatakan Romli, dalam Undang-undang (UU) KPK Nomor 19 tahun 2019 menyatakan bahwa salah satu tugas KPK adalah perlindungan HAM.  "Dua dari lima prinsip KPK yang harus diterapkan (Firli Cs) sejalan dengan prinsip pemuliaan dan perlindungan HAM," ujar Romli. 

Berbeda dengan Romli,  Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana meminta Ketua KPK Firli Bahuri membuka dan membaca secara saksama isi dari Undang-Undang KPK. Pasalnya, pasal 5 secara tegas menyebutkan bahwa dalam menjalankan tugas, KPK berpegang pada asas keterbukaan, akuntabilitas, dan kepentingan umum. 

"Ini mengartikan bahwa masyarakat berhak tahu apa yang sedang dikerjakan oleh KPK. Hal itu diketahui melalui publikasi ke media,” kata Kurnia menegaskan.

Karena itulah, Kurnia menambahkan, pernyataan itu tidak pantas dikeluarkan oleh seorang Ketua KPK. Lebih lanjut, Kurnia menuturkan, publik akan bangga ke KPK jika Firli Bahuri dapat menangkap Harun Masiku, Nurhadi, Sjamsul Nursalim, maupun Itjih Nursalim; dan melanjutkan kasus bailout Bank Century, serta menuntaskan kasus pengadaan KTP-el. 

"Namun, melihat pola kerja pimpinan KPK saat ini rasanya keinginan publik itu tidak akan pernah terealisasi," ujar Kurnia.

ICW menilai proses penangkapan yang dilakukan oleh KPK terhadap dua orang tersangka di Kabupaten Muara Enim bukan hal yang begitu membanggakan untuk kepemimpinan Firli Bahuri. Menurut ICW, kasus tersebut sejatinya merupakan pengembangan dari kepemimpinan KPK era sebelumnya.

"Jika dilihat lebih lanjut, sejak Firli Bahuri Cs dilantik menjadi pimpinan KPK, sebenarnya belum ada satu pun penindakan yang benar-benar didasari penyelidikan di era ia memimpin lembaga antirasuah itu; mulai dari OTT komisioner KPU, Bupati Siduarjo, anggota DPRD Sumatra Utara, dan Muara Enim. Keseluruhan kasus ini merupakan pengembangan dari pimpinan KPK era sebelumnya," ujar Kurnia dalam pesan singkatnya.

Kurnia mengatakan, penting untuk ditegaskan bahwa tudingan beberapa pihak yang menyatakan KPK era-era sebelumnya menciptakan kegaduhan merupakan kekeliruan yang mendasar. Pasalnya, pemberian informasi ke publik dalam setiap langkah KPK merupakan prinsip dasar nilai-nilai yang ada di KPK, yakni keterbukaan, akuntabilitas, dan kepentingan umum.

"Lagi pun, ketika ada kegaduhan sebenarnya itu bukan bersumber dari KPK, akan tetapi dari para pelaku korupsi yang selalu mencari celah agar terbebas dari jerat hukum dengan melakukan cara-cara di luar hukum," ucapnya.

ICW menilai langkah KPK saat ini justru sering menjadi sorotan publik. "Bagaimana tidak, lebih dari tiga bulan Firli Bahuri dilantik menjadi pimpinan KPK, praktis tidak ada kelanjutan penanganan kasus-kasus besar; mulai dari skandal korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), pengadaan KTP elektronik, dan bailout Bank Century," ucap Kurnia.

Selain itu, dalam kasus lain KPK saat ini pun mengalami kemunduran yang luar biasa. Bahkan, dua buronan sepertinya tidak mampu ditangkap oleh KPK, yaitu Harun Masiku dan Nurhadi. "Waktu pencarian sudah terlalu panjang dan berlarut-larut. Tidak salah jika publik menilai bahwa KPK bukan tidak mampu menangkap mereka, akan tetapi memang tidak mau," katanya menegaskan.

Ketua KPK Firli Bahuri menegaskan, pihaknya akan terus berkomitmen untuk memberantas korupsi secara tuntas. Salah satunya dengan bekerja dalam senyap. "KPK terus menyelesaikan perkara-perkara korupsi walau kita menghadapi bahaya Covid 19. Tapi, pemberantasan tidak boleh berhenti, baik dengan cara pencegahan maupun penindakan," kata Firli menegaskan dalam pesan singkatnya, Selasa (28/4).

Firli melanjutkan, penangkapan yang dilakukan tanpa pengumuman status tersangka merupakan ciri khas dari kerja-kerja senyap KPK saat ini. "Kami tidak koar-koar di media dengan tetap menjaga stabilitas bangsa di tengah Covid 19," katanya.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement