REPUBLIKA.CO.ID --- Oleh: Syahrudin El-Fikri
Peristiwa banjir besar di zaman Nabi Nuh itu diperkirakan terjadi sekitar 6.000 tahun yang lalu.
Membaca kisah Nabi Nuh AS yang terdapat dalam Alquran, Injil (Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru), ataupun buku-buku yang membahas seputar banjir besar di zaman Nabi Nuh itu, sangat menarik untuk dikaji secara mendalam.
Kisah-kisah itu merupakan gambaran tentang peristiwa masa lalu dan harus dijadikan pelajaran bagi umat manusia masa kini.
Dalam Alquran, kisah Nabi Nuh AS dibahas dalam beberapa surah, di antaranya surah Al-Ankabut [29]: 14-15, Nuh [71]: 1-28, Al-Mu'minun [23]: 23-41, Huud [11]: 25-46, Asy-Syuara [26]: 105-122, Al-A'raf [7]: 59-69, dan Yunus [10] : 71-74.
Dalam Bible (Injil), kisah serupa juga terdapat dalam Genesis 6:15, 7:4-7, 8:3-4, dan 8:29. Begitu pula, dalam Mitologi Sumeria, Mitologi Akkadia, Mitologi Babilonia, serta Kebudayaan India, Wales, Lithuania, dan Cina.
Dari kisah Nabi Nuh AS itu, setidaknya ada dua persoalan besar yang hingga kini masih menjadi kontroversi di kalangan ulama, peneliti, serta pemerhati sains dan teknologi.
Kedua persoalan besar itu adalah apakah banjir besar itu menenggelamkan seluruh dunia (banjir global), atau hanya lokal (di wilayah Nabi Nuh AS berdakwah kepada kaumnya).
Persoalan kedua, apakah hewan yang naik ke kapal (bahtera) Nuh itu diikuti oleh seluruh hewan yang ada di dunia, ataukah sebagian saja, yakni hewan-hewan yang ada di wilayah dakwah Nabi Nuh AS.
Tak mudah menjawab kedua pertanyaan itu. Sebab, untuk membedah permasalahannya secara lengkap, dibutuhkan data-data empiris dalam berbagai bidang ilmu, seperti geologi, arkeologi, sejarah, astronomi, geografi, termasuk keterangan yang terdapat dalam kitab-kitab agama.
Yang sudah sangat jelas adalah kapal atau bahtera Nabi Nuh itu dipercaya telah ditemukan, tepatnya di atas Gunung Ararat di perbatasan antara Turki dan Iran pada ketinggian sekitar 2.515 meter di atas permukaan laut (mdpl) pada 11 Agustus 1979.
Banjir besar zaman Nabi Nuh
Di dalam Alquran maupun Bible, disebutkan secara tersurat, banjir itu adalah banjir besar. Sebagian ulama ataupun pemerhati sains dan teknologi menyatakan, banjir besar itu adalah banjir global yang menenggelamkan seluruh dunia.
Pendapat ini diperkuat dengan keterangan dari Genesis 7:4 yang menyebutkan,''Untuk selama tujuh hari, Aku akan menyebabkan hujan di Bumi, 40 hari dan 40 malam dan setiap makhluk hidup yang telah Aku ciptakan, akan Aku binasakan dari permukaan bumi.''
Dalam Alquran disebutkan, ''Nuh berkata: 'Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi. Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat maksiat lagi sangat kafir'.'' (QS Nuh [71]:26-27).
''Dan, bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung. Dan, Nuh memanggil anaknya, sedang anak itu berada di tempat yang jauh terpencil: 'Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang kafir'.'' (QS Hud [11]:42).
Penjelasan tentang dibinasakannya seluruh orang kafir dari muka bumi dan besarnya banjir yang gelombangnya laksana gunung itu, dinyatakan oleh sekelompok orang yang berpendapat, banjir itu adalah banjir global karena menenggelamkan seluruh dunia.
Selain itu, kelompok yang mendukung pendapat ini juga menunjukkan data-data berupa penemuan fosil-fosil gajah purba yang disebut mammut. Menurut kelompok ini, fosil gajah purba (mammut) itu ikut musnah ketika banjir besar terjadi.
Fosil mammut itu di antaranya ditemukan di Siberia pada 2 Juli 2007 lalu, juga pada 24 Juni 1977, dan fosil gajah purba (mammut besar) membeku di kutub utara. Menurut hasil penelitian, fosil-fosil gajah purba itu diperkirakan berusia sekitar 10 ribu tahun.
Adapun menurut kelompok yang menyatakan banjir di zaman Nabi Nuh AS itu sebagai banjir domestik (lokal), berdasarkan keterangan ayat Alquran juga.
Di antaranya, QS Ar-Ra'du [11]: 7, An-Nahl [16]:36, 84 dan 89, Al-Mu'minun [23]:44, An-Nisa [4]:41, dan Yunus [10]:47. Ayat-ayat tersebut di atas menjelaskan tentang adanya rasul yang diutus oleh Allah pada setiap umat.
Menurut kelompok ini, ada nabi lain selain Nabi Nuh AS yang sezaman dengannya. Contohnya, Nabi Ibrahim hidup sezaman dengan Nabi Luth.
Nabi Ibrahim sezaman dengan Nabi Ismail dan Ishak. Lalu, Nabi Ya'kub sezaman dengan Nabi Yusuf, dan lainnya.
Karena itu, menurut kelompok ini, banjir besar itu hanya menimpa umatnya Nabi Nuh. Siapakah nabi yang kira-kira hidup sezaman dengan Nabi Nuh itu? Inilah yang perlu dilacak kembali.
Sebab, berdasarkan hadis Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Bukhari, jumlah nabi sebanyak 124 ribu orang dan rasul berjumlah 313 orang.
Nabi pertama adalah Adam AS, sedangkan penutup nabi dan rasul adalah Muhammad SAW. Alquran menyebutkan, jumlah nabi dan rasul itu sangat banyak dan hanya sebagian yang disebutkan dalam Alquran.
''Dan, sesungguhnya telah Kami utus beberapa orang Rasul sebelum kamu, di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu.'' (QS Al-Mu'min [40]:78).
Bila jumlah nabi dan rasul (124 ribu orang) itu dibagi dengan masa hidup para nabi dan rasul sejak Nabi Adam hingga Rasulullah SAW (5672 SM-632 M), setidaknya setiap 19 tahun ada seorang nabi dan rasul yang diutus Allah untuk mengajak umat manusia beriman dan menyembah Allah.
Sejumlah ahli tafsir dan beberapa penulis buku kisah para nabi dan rasul, seperti Ibnu Katsir dan Afis Abdullah (Qishash al-Anbiya') menyatakan, banjir itu adalah banjir lokal dan hanya umat Nabi Nuh yang dibinasakan. Sedangkan Ahmad Bahjat, juga penulis buku sejenis menyatakan, banjir itu adalah banjir global.
Kemudian, kelompok ini memperkuat argumentasinya dengan penjelasan bahwa berdasarkan hasil penelitian para ahli geologi terhadap banjir besar itu, peristiwa itu terjadi di wilayah mesopotamia yang meliputi wilayah Turki, Iran, dan Rusia.
Lantaran daerah itu berupa cekungan raksasa yang luasnya mencapai sembilan hingga 10 juta hektare, atau sekitar 70 persen dari luas Pulau Jawa. Sehingga, banjir saat itu besarnya bisa disamakan seperti lautan karena puncak bukit setinggi 5.000 meter, tidak akan tampak pada jarak 250 kilometer (km).
Dari citraan satelit, lingkup banjir pada saat perahu Nabi Nuh mendarat dapat dilacak dengan membuat garis ketinggian, dan menelusuri level yang sama dengan level lokasi perahu ditemukan. Dari sana diketahui, luas area banjir sekitar empat juta hektare, sedangkan panjang lingkup banjir sekitar 560 km.
Kelompok kedua ini juga berpendapat, suatu kaum tidak akan dibinasakan sebelum Allah mengutus seorang rasul kepada mereka, untuk menerangkan ayat-ayat Allah dan memberikan peringatan.
''Dan, tidak adalah Tuhanmu membinasakan kota-kota, sebelum Dia mengutus di kota itu seorang rasul yang membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka; dan tidak pernah (pula) Kami membinasakan kota-kota; kecuali penduduknya dalam keadaan melakukan kezaliman.'' (QS Al-Qashash: 59).
Harun Yahya, penulis asal Turki, turut mendukung pendapat yang mengatakan bahwa banjir besar Nabi Nuh itu adalah banjir domestik dan bukan banjir global, yang menenggelamkan seluruh dunia.
Bagaimana dengan Hewan?
Sama halnya dengan banjir besar yang terjadi, para ahli juga berbeda pendapat mengenai hewan yang dinaikkan ke perahu. Pendapat pertama mengatakan, seluruh jenis hewan mulai dari hewan mamalia, burung, serangga, dan hewan lainnya baik jantan maupun betina, yang liar maupun yang jinak.
Sedangkan kelompok lainnya berpendapat, sebagian hewan saja. Maksudnya, hanya hewan-hewan atau jenis binatang yang ada di wilayah Nabi Nuh, baik liar maupun jinak, dan tidak keseluruhan yang ada di bumi ini.
Dan, keterangan Alquran yang menyebutkan 'hanya' sepasang (jantan dan betina), telah mengindikasikan bahwa hanya sebagian hewan (binatang), tidak terbatas binatang yang liar ataupun jinak. Wa Allahu A'lam.
AYO TAMBAH WAWASAN ISLAM, Tinggal Browsing Saja di Islam Digest Republika