REPUBLIKA.CO.ID, TIONGKOK -- Pemerintah Cina disebut-sebut menghancurkan berbagai bukti awal mengenai virus corona. Kabar itu disimpulkan dalam laporan sejumlah lembaga intelijen negara.
Dilansir dari The Independent pada Ahad, (3/5), ada dokumen bocor menyebutkan penularan antar manusia dibantah pemerintah Cina hingga 20 Januari. Padahal bukti menunjukkan hal tersebut terjadi sejak Desember. Cina bahkan membungkam hingga melenyapkan petugas medis yang coba-coba memperingati datangnya wabah corona.
Selama ini, Cina memblokade akses organisasi internasinal ke Wuhan sebagai titik awal penyebaran corona. Cina diduga khawatir bahwa kehadiran organisasi internasional disana bakal membongkar rahasia tentang corona yang ditutupi erat-erat. Cina juga menolak mengirim sampel ke ilmuan internasional yang mencoba membantu menemukan vaksin corona.
Tak salah jika akhirnya melahirkan kecurigaan terhadap Cina yang coba menutupi kesalahannya soal corona. Kecurigaan tersebut diakui oleh jaringan intelijen lima negara yaitu Amerika Serikat, Inggirs, Kanada, Australia dan Selandia Baru. Kelima negara itu saling bertukar informasi perihal corona, meski tanpa kegiatan operasi bersama secara formal.
Pihak intelijen Amerika memang menuntut investigasi pemerintah Cina berkaitan corona. Presiden Amerika Donald Trump bahkan menuntut Cina membayar kompensasi atas dampak yang ditimbulkan corona di seluruh dunia. Trump sempat menuduh virus corona merupakan senjata biologis yang bocor dari laboratorium di Wuhan.
Walau begitu, pemerintah Australia menganggap virus corona berasal dari pasar hewan di Wuhan. Diketahui, sejumlah petinggi Institus Penelitian Virus Wuhan pernah bekerjasama dengan laboratorium yang dikelola pemerintah Australia. Keduanya pernah menyusun riset pada patogen yang hidup pada kelelawar, yang diduga jadi hewan penular corona.