Senin 04 May 2020 14:29 WIB

Sejauh Mana Dampak Covid-19 Terhadap Bank Syariah?

Perbankan syariah disarankan bergotong royong untuk menghadapi pandemi Covid-19.

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Nidia Zuraya
Perbankan syariah
Perbankan syariah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perbankan syariah menghadapi sejumlah tantangan di tengah wabah Covid-19. Pengamat Ekonomi Syariah yang juga pendiri Karim Consulting, Adiwarman Karim menyampaikan kondisi industri bisa memburuk lebih dulu daripada industri bank konvensional.

"Bank syariah bisa kena hit lebih dulu dari konvensional," katanya dalam Seminar Nasional Online Asbisindo dan Muamalat Institute, Senin (4/5).

Baca Juga

Kondisi pandemi bisa mengurangi daya saing bank syariah dan masyarakat memindahkan dananya ke bank konvensional. Secara umum, tantangan di bank syariah saat pandemi Covid-19 yakni likuiditas dan rasio pembiayaan bermasalah atau non performing financing (NPF).

Adiwarman memprediksi bank syariah akan mulai tertekan pada Juli 2020 dan Agustus pada puncaknya. Pada bulan tersebut bank syariah kehilangan pendapatan dari pembiayaan, bagi hasil, karena nasabah memasuki periode gagal bayar bulan keempat dan lima.

"Dengan pendapatan turun, maka kurang daya saing, bagi hasil simpanan menurun, lebih kecil, jadi bank konvensional lebih menarik," katanya.

Namun demikian, risiko kenaikan NPF tersebut dapat diatasi dengan kebijakan POJK Nomor 11 /POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019. Bank dapat melakukan restrukturisasi sehingga NPF bisa ditekan.

Tantangan lainnya adalah likuiditas yang tidak merata di industri. Sejumlah bank bisa menikmati kelebihan likuiditas dan lainnya kekurangan. Adiwarman menyarankan adanya kebijakan regulator untuk pemerataan likuiditas di industri.

Selain itu, ia menyebutkan dua opsi solusi merujuk pada kondisi krisis 1998 dan 2008. Saat itu, bank-bank syariah melakukan konversi pembiayaan dengan akad murabahah menjadi pembiayaan dengan akad musyarakah dan mudharabah.

"Konversi akad ke yang sifatnya bagi hasil itu sempat dilakukan saat krisis dulu," katanya.

Ia meyakini regulator akan responsif terhadap permintaan industri di masa paceklik seperti ini. Otoritas Jasa Keuangan juga sudah mengeluarkan POJK Nomor 18/POJK.03/2020 tentang Perintah Tertulis untuk Penanganan Permasalahan Bank.

POJK ini memungkinkan OJK untuk melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, dan/atau integrasi perbankan. Adiwarman mengatakan ia sedang menangani lima bank yang bersiap untuk diatur POJK nomor 18 tersebut.

Setelah melewati bulan Agustus yang paling krusial, ia meyakini industri perbankan syariah bisa kembali normal dan akan memiliki lanskap bisnis baru. Ia menyarankan industri untuk bergotong royong saling menopang saat menghadapi pandemi Covid-19.

"Saatnya berpikir kreatif, cerdas dan jangan menyerah, manfaatkan segala celah dari kebijakan yang ada," katanya.

Misal, dengan memanfaatkan berbagai kanal untuk pemasaran produk perbankan yang sama, pemanfaatan teknologi, membeli entitas baru atau mencari investor. Adiwarman menyampaikan di masa saat ini banyak investor yang sedang mencari bank untuk diakuisisi. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement