REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pemerintah Republik Rakyat China (RRC) disebut dalam laporan intelijen Amerika Serikat (AS) sempat menutup-nutupi mewabahnya Covid-19. Tindakan itu memberi kesempatan negara tersebut menimbun alat pelindung diri (APD) dengan melakukan impor besar-besaran dari luar negeri dan menahan ekspor.
Dokumen dengan status "untuk keperluan resmi" tersebut merupakan laporan intelijen untuk Departemen Pertahanan Dalam Negeri (DHS) Amerika Serikat. Dokumen setebal empat halaman itu dilansir pada 1 Mei lalu dan kemudian diperoleh Associated Press (AP).
"Para pemimpin di RRC dengan sengaja menutupi parahnya pandemi pada awal Januari," tertulis dalam dokumen tersebut seperti dilansir AP, Senin (4/5). Sementara mengecilkan dampak Covid-19 tersebut, RRC melakukan impor besar-besaran APD seperti masker dan alat-alat medis lainnya. Sebaliknya, RRC menahan ekspor alat-alat medis. Hal ini bisa dilakukan China tanpa terdeteksi dengan menahan laporan ekspor-impor mereka waktu itu.
Laporan tersebut juga menyimpulkan bahwa RRC menunda memberitahu Badan Kesehatan Dunia (WHO) bahwa Covid-19 yang saat itu belum diketahui jenisnya merupakan penyakit menular sejak awal hingga menjelang akhir Januari. Hal itu juga dilakukan agar RRC bisa menimbun masker, gaun bedah, dan sarung tangan yang dibeli dari berbagai penjuru dunia.
AP menuliskan, kelambanan China di awal-awal penularan bisa jadi karena kekacauan birokratis, kendali informasi yang terlau ketat, dan keengganan para pejabat melaporkan berita buruk. Sejauh ini belum ada bukti terkait upaya terencana untuk membeli persediaan medis dunia secara besar-besaran.
Pada awal tahun ini, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat memang ada peningkatan ekspor masker besar-besaran ke Cina. Berdasarkan data BPS, nilai ekspor masker Indonesia ke China pada Januari-Februari 2020 mencapai 26,43 juta dolar AS, atau naik 1,32 juta kali lipat dari periode yang sama tahun sebelumnya.
Secara kumulatif Januari-Februari, ekspor masker mencapai 1,38 juta kilogram (kg) dengan nilai mencapai 1 miliar dolar AS. Jumlah tersebut merupakan lonjakan dari periode yang sama tahun lalu sebanyak 40,3 ribu kg atau senilai 258 ribu dolar AS. Pelu dicatat, lonjakan tajam ekspor masker saat itu tak hanya ke China, tetapi juga ke Hong Kong dan Singapura.
Sebagian pemesanan itu, menurut perusahaan eksportir, dilakukan pada Januari 2020. Pemesanan dan pengiriman juga dilakukan sebelum ada kasus terkonfirmasi di Indonesia.
Begitu pemerintah mengumumkan penularan perdana di Indonesia pada Maret, sempat terjadi kelangkaan dan kemahalan masker di Tanah Air. Pemerintah kemudian mengeluarkan kebijakan penghentian ekspor masker.
Saling tuduh
China diketahui menginformasikan pada WHO soal ditemukannya penyakit baru yang mewabah pada 31 Desember. Pihak RRC kemudian menghubungi Pusat Pengendalian Penyakit AS (CDC) pada 3 Januari dan secara publik mengidentifikasi patogen virus korona baru pada 8 Januari.
Sepanjang waktu itu, China didukung WHO sempat mengklaim bahwa Covid-19 tak menular dari manusia ke manusia. China juga sempat memprotes keputusan berbagai negara, termasuk Indonesia, menutup penerbangan dari wilayah mereka.
Pada awal-awal penyebaran, kepolisian China sempat menahan sejumlah dokter yang mencoba memperingatkan publik soal potensi wabah baru yang berbahaya. Seorang di antara dokter tersebut belakangan meninggal tertular Covid-19.
Dokumen di atas muncul seturut meningkatnya ketegangan AS bersama sejumlah negara lainnya melawan China terkait Covid-19. Presiden AS Donald Trump akhir pekan lalu menyatakan ia sudah melihat "bukti-bukti" bahwa Covid-19 kemungkinan bocor dari salah satu laboratorium di Wuhan. Ia menyatakan hal itu meskipun institusi keamanan lain di AS sejauh ini meyakini bahwa Covid-19 muncul secara natural.
Menteri Luar Negeri Mike Pompeo juga menggaungkan kecurigaan Trump. "Saya bisa katakan bahwa ada bukti-bukti dalam jumlah yang signifikan bahwa ini datang dari laboraturium di Wuhan," kata Pompeo dalam wawancara dengan ABC, Ahad (3/5).
Sedangkan pihak China menyangkal tudingan-tudingan tersebut. "Pemerintah AS telah mengabaikan fakta-fakta, mengalihkan perhatian publik, dan mencoba mengalihkan tanggung jawab atas ketidakmampuan mereka melawan epidemi ini," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina, Geng Shuang, akhir pekan lalu.
Tak hanya itu, China juga mengambil langkah-langkah menyetop negara-negara mengajukan investigasi independen soal mula penyebaran Covid-19 di Cina. Pekan lalu, misalnya, Kedubes Cina di Australia mengancam dengan retaliasi ekonomi jika Negeri Kanguru meneruskan rencana mendesak investigasi independen di Wuhan.