REPUBLIKA.CO.ID, MAMUJU -- Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat masih mengkaji kemungkinan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di daerah itu untuk memutus rantai penyebaran Covid-19 yang terus mengalami peningkatan di daerah setempat.
Hal tersebut disampaikan Sekretaris Provinsi Sulawesi Barat Muhammad Idris, pada rapat koordinasi melalui video conference bersama para pejabat forkopimda serta para bupati dan wakil bupati se-Sulbar membahas kemungkinan penerapan PSBB untuk lingkup Sulawesi Barat, Senin (4/5).
"Setelah mendapat masukan dari peserta, saya akan segara menyampaikan ke Pak Gubernur. Kemungkinan PSBB, masih akan dianalisis trennya, meski secara syarat telah memenuhi, namun membutuhkan pertimbangan yang lebih matang," kata Muhammad Idris.
"Kita harus analisis lagi, khususnya dampak yang akan ditimbulkan," tambahnya.
Sementara, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulbar dr Alif Satria mengatakan, kasus positif Covid-19 di daerah itu semakin meningkat sehingga perlu dilakukan pembatasan.
Saat ini lanjutnya, jumlah positif Covid-19 di Sulbar telah mencapai 44 orang, sebanyak 36 orang di antaranya menjalani perawatan di rumah sakit, tiga orang diisolasi mandiri, empat orang berhasil sembuh dan satu orang meninggal.
Penerapan physical distancing atau pembatasan fisik menurutnya, kurang efektif karena masih banyak masyarakat yang tidak disiplin.
"Kemungkinan PSBB bisa saja diterapkan meningat beberapa indikator telah memenuhi syarat, apalagi dengan tren peningkatan jumlah pasien yang kemungkinan bertambah selama ramadan dan jelang lebaran," terang Alif Satria.
Sedangkan Bupati Majene Fahmi Massiara menyampaikan, penerapan PSBB masih perlu kajian mendalam, karena memiiki dampak yang riskan.
"Jika tidak siap maka bisa saja menjadi bumerang. Jadi, masih perlu dikaji mendalam, semua harus terintegrasi di tiap stakeholder karena sangat berisiko," kata Fahmi Massiara.
Hal senada disampaikan Kepala Kejaksaan Tinggi Sulbar Darmawel yang mengambil contoh penerapan PSBB di Makassar tidak efektif, bahkan sama saja ketika hari hari biasa.
"Masyarakat tetap banyak yang berkeliaran dan tidak mematuhi anjuran pemerintah. Kalau hanya mengacu ke Gorontalo, saya kira tidak perlu terburu buru," ujar Darmawel.