REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA — Sejumlah negara di dunia mulai melonggarkan penerapan karantina wilayah atau lockdown. Hal itu dilakukan meski mereka menyadari pandemi Covid-19 masih belum berakhir. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan agar kewaspadaan ekstrem tetap dipertahankan.
Prancis, Spanyol, India, Korea Selatan (Korsel), dan Rusia adalah beberapa negara yang mulai melonggarkan lockdown. Namun langkah-langkah guna mengantisipasi terjadinya lonjakan kasus Covid-19 kembali tetap diambil.
Prancis telah memperlunak peraturan lockdown pada Senin (11/5). Namun Presiden Prancis Emmanuel Macron berjanji negaranya akan tetap melakukan pengujian Covid-19 terhadap warganya. Targetnya sebanyak 700 ribu orang per pekan. Masih belum diketahui apakah otoritas di sana mampu mencapai angka tersebut.
Menurut data yang dihimpun John Hopkins University (JHU), Prancis memiliki 177.547 kasus Covid-19 dengan korban meninggal mencapai 26.646 jiwa. Spanyol, negara Eropa yang paling terpukul pandemi, juga mulai melonggarkan lockdown.
Setelah menerapkan lockdown ketat selama tujuh pekan, warga Spanyol mulai diperkenankan keluar rumah sambil tetap menerapkan penjarakan fisik dan sosial. Beberapa tempat wisata pun kembali beroperasi.
Otoritas Spanyol akan meminta pengunjung yang datang dari luar negeri pasca 15 Mei melakukan karantina mandiri selama dua pekan. Menurut Kementerian Kesehatan Spanyol, langkah itu dilakukan guna mencegah kasus impor Covid-19.
Pemerintah Spanyol telah melaporkan lebih dari 268 ribu kasus Covid-19 dengan korban meninggal melampaui 26.700 jiwa. Rusia turut melonggarkan lockdown pada Selasa. Langkah itu diambil meskipun negara tersebut masih mengalami peningkatan tajam kasus Covid-19.
“Semua tindakan (terkait Covid-19) yang telah kami ambil memungkinkan kami untuk pindah ke langkah berikutnya dalam memerangi epidemi dan memulai pencabutan lockdown secara bertahap,” kata Presiden Rusia Vladimir Putin pada Senin lalu.
Dengan pelonggaran lockdown, Rusia mengizinkan sektor-sektor ekonomi tertentu yang terimbas wabah Covid-19 seperti pertanian dan konstruksi, untuk memulai kembali aktivitasnya. Kendati demikian Putin menegaskan bahwa acara publik tetap dilarang. Warga berusia 65 tahun atau lebih diminta tinggal di rumah.
Putin meminta masyarakat mematuhi standar keselamatan baru yang lebih tinggi. “Kita tidak boleh membiarkan kerusakan, kemunduran, gelombang baru epidemi, serta peningkatan komplikasi serius. Sekali lagi, tidak akan ada pencabutan pembatasan dengan cepat. Ini akan memakan waktu,” ujarnya.
Rusia memiliki 232.243 kasus Covid-19 dengan korban meninggal melampaui 2.000 jiwa. Berpindah ke Asia, India, Singapura, dan Korsel turut memperlunak lockdown.
Jaringan kereta api di India, yang merupakan denyut kehidupan di negara tersebut, telah beroperasi kembali setelah dihentikan sejak Maret. Namun para penumpang hanya diizinkan memasuki stasiun jika tak menunjukkan gejala Covid-19 dan menjalani pemeriksaan suhu tubuh.
Singapura mulai mengizinkan salon, produsen dan gerai makanan, serta penatu menjalankan lagi bisnisnya. Pemerintah Singapura mengklaim tingkat penularan Covid-19 di masyarakat telah menurun. Pembukaan kembali aktivitas ekonomi akan dilakukan secara bertahap.
“Sekarang kita melihat beberapa harapan ketika banyak negara keluar dari apa yang disebut lockdown,” kata Direktur Eksekutif Program Kedaruratan WHO Mike Ryan dalam sebuah konferensi pers virtual pada Selasa.
Namun dia memperingatkan kewaspadaan ekstrem tetap diperlukan. “Jika penyakit berlanjut pada tingkat rendah tanpa kapasitas untuk menyelidiki klaster, selalu ada risiko bahwa virus akan melambung lagi,” ucapnya.
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengungkapkan pencabutan lockdown merupakan langkah yang kompleks dan sulit. Menurutnya pelonggaran secara lambat dan bertahap adalah kunci untuk melindungi kehidupan serta mata pencaharian.
“Sampai ada vaksin, paket langkah-langkah komprehensif adalah seperangkat alat kita yang paling efektif untuk mengatasi virus,” kata Ghebreyesus. Saat ini terdapat lebih dari 4,1 juta kasus Covid-19 di seluruh dunia. Pandemi telah memakan sedikitnya 286 ribu jiwa.