Rabu 13 May 2020 12:34 WIB

KSPI Berencana Gugat SE THR Menaker

KSPI menduga SE Menaker dimanfaatkan perusahaan mengakali pemberian THR.

Rep: Ali Mansur/ Red: Agus raharjo
Pekerja perempuan yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI)-Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) melakukan aksi di depan kantor Kementerian PPPA, Jakarta, Jumat (6/3/2020).
Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Pekerja perempuan yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI)-Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) melakukan aksi di depan kantor Kementerian PPPA, Jakarta, Jumat (6/3/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal berencana mengajukan gugatan terhadap Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/6/HI.00.01/V/2020 yang mengatur tentang Tunjangan Hari Raya (THR) Tahun 2020. Rencananya, gugatan akan diajukan pada hari Jumat (15/4) ke PTUN Jakarta dan Mahkamah Agung.

"Karena bertentangan dengan PP Nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan, yang mewajibkan pengusaha membayar THR selambat-lambatnya H-7 lebaran. Bila terlambat membayar maka akan dikenai denda sebesar 5 persen,” tegas Said Iqbal, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (13/5).

Said Iqbal menjelaskan, dalam gugatan tersebut, KSPI berharap PTUN dan MA membatalkan Surat Edaran Menaker Nomor  M/6/HI.00.01/V/2020 dan dinyatakan tidak berlaku. Meminta PTUN dan MA menyatakan PP 78/2015 adalah sebagai dasar penetapan dan pembayaran THR bagi buruh di seluruh Indonesia.

KSPI menolak pembayaran dilakukan dengan cara mencicil dan menunda. Ia mengatakan, dalam gugatannya, KSPI meminta PTUN dan MA memerintahkan Menaker memberikan sanksi administrasi dengan mencabut izin bagi perusahaan yang tidak membayar THR pada H-7 atau tidak membayar THR 100 persen bagi pekerja.

Selanjutnya, meminta pengusaha di seluruh Indonesia untuk membayar THR buruhnya. Baik yang masih bekerja maupun dirumahkan secara penuh paling lambat H-7. "Mengacu pada kasus PT Yongjin dan PT Doosan di Sukabumi yang membayar THR dengan cara mencicil, justru mengakibatkan terjadinya hubungan industrial yang tidak harmonis. Buruh akhirnya melakukan aksi yang melibatkan ribuan orang,” ujar Said Iqbal.

Menurutnya, hal ini menunjukkan bahwa SE Menaker tentang THR dimanfaatkan perusahaan untuk mengakali pemberian THR dengan cara mencicil atau menunda tanpa menjelaskan kepada pekerja. Bahkan tidak ada audit untuk menunjukkan rugi atau tidaknya.

Terkait dengan hal itu, KSPI akan mendirikan Posko PHK dan THR di 30 provinsi. Antara lain, di Jawa Barat, Jakarta, Banten, Yogjakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, Sumatera Utara, Riau, Bengkulu, Kepulauan Riau, Sulawesi Selatan, NTB, Maluku, dan lain sebagainya.

Bila dari laporan yang diterima posko ada banyak perusahaan yang melakukan PHK dan membayar THR sesuai dengan surat edaran, KSPI akan melakukan gugatan perdata secara massal setelah lebaran kepada perusahaan-perusahaan tersebut. "Kami juga akan menuntut mereka membayar THR secara penuh plus denda 5 persen,” tegasnya.

Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah merilis Surat Edaran tentang Tunjangan Hari Raya (THR) yang menyatakan perusahaan harus membayar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Kendati demikian, bisa dilakukan dialog jika perusahaan tidak mampu membayar pada waktu yang ditentukan.

"Memperhatikan kondisi perekonomian saat ini sebagai akibat Pandemi Covid-19 yang membawa dampak pada kelangsungan usaha dan mempertimbangkan kebutuhan pekerja/buruh akan pembayaran THR Keagamaan maka diperlukan kesamaan pemahaman antara pengusaha dan pekerja/buruh," ujar Menaker dalam SE Menaker Nomor M/6/HI.00.01/V/2020.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement