Rabu 13 May 2020 14:33 WIB

6.000 Anak Hadapi Ancaman Kematian Saat Pandemi Covid-19

Indonesia termasuk 10 negara berisiko hadapi peningkatan kematian anak saat pandemi.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
seorang anak melintas di depan mural bertuliskan Stay At Home di Cipayung, Depok, Jawa Barat, Selasa (14/4/2020). Pemerintah Kota Depok akan menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) mulai Rabu (15/4) sebagai upaya memutus rantai penyebaran virus corona COVID-19
Foto: Antara/Asprilla Dwi Adha
seorang anak melintas di depan mural bertuliskan Stay At Home di Cipayung, Depok, Jawa Barat, Selasa (14/4/2020). Pemerintah Kota Depok akan menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) mulai Rabu (15/4) sebagai upaya memutus rantai penyebaran virus corona COVID-19

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON — Unicef mengatakan dampak pandemi Covid-19 menempatkan risiko kematian pada 6.000 anak setiap harinya. Gangguan pasokan medis dan penerapan kebijakan seperti karantina wilayah (lockdown) atau jam malam turut berdampak pada akses layanan kesehatan. 

“Pandemi ini memiliki konsekuensi yang luas bagi kita semua. Tapi tak diragukan lagi ini adalah krisis global terbesar dan paling mendesak yang dihadapi anak-anak sejak perang dunia kedua,” kata Direktur Eksekutif Unicef Inggris Sacha Deshmukh, dikutip laman the Guardian, Rabu (13/5).

Baca Juga

Menurut dia, pandemi telah mengacaukan kehidupan anak-anak di seluruh dunia. “Sistem pendukung mereka direnggut, perbatasan mereka ditutup, pendidikan mereka hilang, pasokan makanan mereka terputus. Bahkan di Inggris, anak-anak menghadapi ancaman wabah campak dan penutupan sekolah, menempatkan anak-anak yang rentan pada risiko,” ucapnya.

Desmukh mengungkapkan, terdapat kekacauan rantai pasokan medis Covid-19 di negara-negara yang sistem kesehatannya sudah rentan. “Kunjungan ke pusat kesehatan menurun karena lockdown, jam malam, dan gangguan transportasi, serta karena masyrakat tetap takut akan infeksi (Covid-19),” katanya.

Analisis John Hopkins Bloomberg School of Public Health, yang melihat tiga skenario model di negara berpenghasilan rendah dan menengah, memperingatkan, dalam risiko paling optimis, yakni dengan berkurangnya layanan kesehatan sebesar 15 persen, akan ada peningkatan 9,8 persen dalam kematian balita. Angkanya diperkirakan mencapai 1.400 sehari.

Dalam skenario terburuk, yakni ketika layanan kesehatan berkurang 45 persen, kemungkinan akan ada peningkatan kematian balita sebesar 44,7 persen dan bertambahnya kematian ibu sebanyak 38,6 persen per bulan. Perkiraan tersebut didasarkan pada asumsi sementara dan mewakili berbagai hasil.

“Meskipun demikian, mereka menunjukkan bahwa, jika perawatan kesehatan rutin terganggu dan akses ke makanan berkurang (sebagai akibat guncangan yang tidak terhindarkan, ambruknya sistem kesehatan, atau pilihan yang disengaja dalam menanggapi pandemi), peningkatan kematian anak dan ibu akan sangat destruktif,” kata John Hopkins Bloomberg School of Public Health dalam analisisnya yang turut diterbitkan dalam Lancet Global Health Journal. 

Terdapat 10 negara yang diperkirakan memiliki peningkatan jumlah kematian anak dalam skenario terburuk. Mereka adalah Brasil, Bangladesh, Republik Demokratik Kongo, Ethiopia, India, Indonesia, Nigeria, Pakistan, Tanzania, dan Uganda. 

Unicef telah meluncurkan seruan terbesar untuk menjangkau mereka yang terkena dampak Covid-19. Ia pun berkomitmen mendukung upaya berkelanjutan dengan memasok peralatan medis, melakukan kampanye pencegahan, dan mendukungan layanan kesehatan, pendidikan serta sosial untuk anak-anak. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement