Jumat 15 May 2020 21:52 WIB

Penjualan Makanan Kadaluwarsa dan Ilegal di Daring Melonjak

Pemerintah telah melakukan take down sekitar 700-an situs pangan daring.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati / Red: Agus Yulianto
Kepala Badan POM Penny K Lukito (tengah) didampingi Plt Sekretaris Utama I.G.N Bagus Kusuma Dewa (kiri) dan Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan Reri Indriani (kanan) saat menyampaikan keterangan pers hasil intensifikasi pengawasan pangan.
Foto: Antara/Dhemas Reviyanto
Kepala Badan POM Penny K Lukito (tengah) didampingi Plt Sekretaris Utama I.G.N Bagus Kusuma Dewa (kiri) dan Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan Reri Indriani (kanan) saat menyampaikan keterangan pers hasil intensifikasi pengawasan pangan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pandemi virus corona SARS-CoV2 (Covid-19) membuat penjualan obat dan makanan di sistem dalam jaringan (daring) meningkat drastis. Kendati demikian, penjualan obat dan makanan yang ilegal dan kadaluwarsa di situs daring selama pandemi juga melonjak hampir dua kali lipat dibandingkan saat kondisi normal.

Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Reri Indriani, pandemi ini membuat masyarakat memang cenderung melakukan pembelian obat dan makanan secara daring. Kendati demikian, pelanggaran selama transaksi jual beli daring juga bisa terjadi. Pihaknya mencatat sejak 1 Januari 2020 sampai  30 April 2020, pemerintah telah melakukan take down sekitar 700-an situs pangan daring yang menjual barang kadaluwarsa, ilegal hingga tanpa izin edar (TIE). 

"Kemudian di dua pekan pertama ramadhan atau 1 Mei 2020 hingga 13 Mei 2020, jumlah situs yang kami minta untuk di take down menjual produk itu naik hampir dua kali lipatnya yaitu menjadi 1.373 tautan. Jadi memang ada peningkatan (penjualan barang kadaluwarsa dan TIE di online dengan adanya pandemi Covid-19," ujarnya saat konferensi pers virtual bertema Hasil Intensifikasi Pengawasan Pangan selama Bulan Ramadhan dan Menjelang Hari Raya Idul Fitri Tahun 2020, Jumat (15/5).

Untuk itu, pihaknya mengaku telah memperketat pengawasan tindakan ini melalui patrol cyber. Ia menegaskan, sebenarnya pengawasan ini dilakukan PPNS BPOM bukan hanya dalam rangka ramadhan saja tetapi juga hari-hari biasa. Kemudian, ia menyebutkan penegakannya ini sudah masuk pelanggaran di ranah hikim pidana dan ada pro justisia atau penyelidikan penyidikan, yang resmi sepenuhnya milik Polri.

"Perbuatan ini harus dipertanggungjawabkan apalagi jumlahnya cukup banyak. Kerugian negara cukup besar," katanya.

Di kesempatan yang sama Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Zat Adiktif BPOM Rita Endang menambahkan, penutupan akun toko daring yang menjual produk bermasalah itu dimulai dari patroli siber untuk kemudian dilaporkan kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) agar ditutup.

"BPOM memberi rekomendasi dua hari sekali ke Kemenkominfo supaya akun terkait agar di-take down," katanya.

Apalagi, ia menyebutkan, BPOM telah menerbitkan dan menerapkan Perka BPOM nomor 8 tahun 2020 tentang pengawasan penjualan secara daring. Di aturan itu, ia menegaskan, bahwa yang jelas boleh dijual adalah obat yang bukan obat keras. Obat keras hanya bisa dibeli dengan resep dokter.

Dia menyontohkan obat malaria klorokuin dan hidroklorokuin merupakan obat keras yang popularitasnya melonjak seiring kabar khasiat untuk menyembuhkan virus corona SARS-CoV2 (Covid-19). Menueutnya, situs daring juga tidak boleh menjual obat-obatan dengan risiko tinggiseperti narkotika, psikotropika. Demikian juga obat-obatan yang sering disalahgunakan di situs jual beli daring seperti obat penggugur kandungan.

"Di dalam perka tersebut juga jelasada sanksinya bagi fasilitas elektronik yang menjual secara daring adasanksinya dan berjenjang dari mulai peringatan, peringatan keras,sampai penutupan sarana (toko) yang memang melanggar aturan," ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement