Jumat 15 May 2020 22:46 WIB

Betapa Pentingnya Mencintai Allah

Allah dan Rasul-Nya mesti kita cintai lebih dari apa pun.

Ilustrasi Lafadz Allah
Foto: Foto : MgRol112
Ilustrasi Lafadz Allah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di antara sekian ragam ajaran Islam, yang terpenting adalah bagaimana mencintai Allah. Mencintai Allah tidak cukup dilakukan hanya dengan menjalankan syariat Islam (fikih). Lebih daripada itu, harus pula disertai dengan menyucikan hati.

Fikih memusatkan perhatian pada sah tidaknya suatu amal perbuatan serta pahala atau hukuman yang ditimbulkan. Adapun tasawuf memusatkan pada gerak-gerik hati dan kedekatan hubungan dengan Allah.

Baca Juga

Berbeda dengan fikih, menjalankan tasawuf biasanya lebih diliputi dengan berbagai macam ujian, dari yang paling ringan sampai yang terberat. Yang ringan, misalnya, kesediaan untuk menolong binatang yang kehausan dengan memberikan air minum. Yang terberat, misalnya, kerelaan untuk mengorbankan jiwa dan segala milik kita.

Ujian tersebut berfungsi untuk menempa atau mengukuhkan keimanan, dan selanjutnya menentukan peringkat derajat (maqom) sang sufi itu. Allah berfirman, yang artinya, "Apakah mereka mengira bahwa mereka akan dibiarkan saja mengatakan 'kami telah beriman' sedang mereka tak diuji?" (QS 29:2).

Mencintai Allah bukan sesuatu yang 'eksklusif', yang hanya bisa dilakukan oleh alim ulama.

Jika ada kemauan, siapa pun bisa mencintai Allah. Mengapa kita enggan mencintai Allah sedangkan Allah saja mencintai kita?

Allah berfirman, artinya, "Kasih sayang-Ku meliputi segala sesuatu" (QS 7:15). Allah menempuh berbagai cara dalam menunjukkan kasih sayang-Nya. Di antaranya, dengan memberikan teguran-teguran halus ataupun kenikmatan yang melimpah.

Sebagaimana dinyatakan oleh sebuah ayat, "Jika engkau hitung nikmat Allah, pastilah engkau tak sanggup menghitungnya" (QS 8:29).

Begitu sayang dan pemurah Allah kepada hamba-Nya. Maka, pantaslah kiranya Rasulullah pernah bersabda, "Kamu belum beriman sebelum Allah dan Rasul-Nya lebih kamu cintai daripada yang lain-lain."

Apabila kita sudah sampai pada pemahaman dan perilaku betul-betul mencintai Allah, maka bukan neraka lagi yang menakutkan kita dan bukan pula surga yang menjadi impian indah kita.

sumber : Hikmah Republika oleh Haikal Abram
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement