REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Adi Prayitno menganggap Prabowo Subianto dan Anies Baswedan sebagai dua sosok potensial yang akan berlaga di ajang Pemilihan Presiden 2024 mendatang. Keduanya memiliki keunggulan sekaligus catatan masing-masing.
"Politik kita dinamis, tapi jalan panjang menuju Pilpres 2024 bisa diteropong dari sekarang. Jauh sebelum ini, survei yang saya gagas menyebutkan dua nama ini unggul di antara figur lainnya, relatif memiliki elektabilitas di atas rata-rata," kata Adi kepada Republika.co.id, Jumat (15/5).
Dia menjelaskan, Prabowo saat ini jelas memiliki panggung. Selain dipercaya menempati posisi Menteri Pertahanan, dia juga menjabat sebagai Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). Akan tetapi, Adi menyoroti catatan kritis terkait tokoh tersebut.
Dia sangsi apa mungkin Prabowo akan mencalonkan diri di Pilpres untuk keempat kalinya. Sebelum ini, Prabowo menjadi kandidat calon wakil presiden mendampingi Megawati Soekarnoputri pada 2009, dan menjadi kandidat calon presiden di Pilpres 2014 dan 2019.
Apabila Prabowo memang mencalonkan diri, tidak menutup kemungkinan akan mendapat dukungan dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Adi mengatakan, Gerindra dan PDIP punya garis sejarah masa lalu yang kuat, termasuk dalam hal membawa Jokowi ke Jakarta.
PDIP dan Gerindra juga pernah bersama-sama menjadi oposisi. Tidak dimungkiri pula, PDIP yang membuka pintu lebar bagi Prabowo masuk ke koalisi pemerintah. Salah satu opsi, pada simulasi kandidat nanti Prabowo dipasangkan dengan Puan Maharani.
"Biasanya ada simulasi pencalonan. Dites ke pasar apakah calon yang diusung marketable, kalau elektabilitasnya leading, kalkulasi dan simulasinya cocok, mungkin saja," tutur dosen Komunikasi Politik di UIN Syarif Hidayatullah itu.
Sementara, Adi mengatakan sosok Anies Baswedan cukup populer. Tetapi dia tidak punya partai sebagai kendaraan politik. Bagaimanapun, syarat ambang batas atau presidential threshold (PT) sebesar 20 persen dalam pemilihan presiden bukan perkara mudah.
Anies juga memiliki tantangan lain, yakni masa pemerintahannya sebagai Gubernur DKI Jakarta berakhir pada 2022. Usai periode tersebut, Anies perlu mencari cara untuk menjaga elektabilitasnya. Meskipun, keputusan Anies tidak berpartai menjadi kelemahan sekaligus kelebihan.
Dengan demikian, semua partai bisa tertarik untuk mengusungnya. Adi mengatakan, partai yang mungkin memberikan dukungan termasuk PKS, PAN, dan mungkin juga PPP. Belum tentu hanya parpol Islam, apalagi Anies dahulu salah satu deklarator ormas Nasdem sebelum menjadi partai.
"Anies memiliki magnet elektoral. Dia gubernur, media darling, dan dianggap sebagai figur yang berseberangan dengan pemerintah. Kalau cari pemimpin di luar pemerintah, yang selalu berhadap-hadapan, Anies penantang satu-satunya yang muncul," tutur Adi.