Kamis 21 May 2020 04:10 WIB

Selatan Afrika Tanggapi Kemunculan ‘Khilafah Islam‘ di Mozambik

Selatan Afrika Tanggapi Kemunculan ‘Khilafah Islam‘ di Mozambik

Rep: deutsche welle/ Red: deutsche welle
AFP/J. Nhamirre
AFP/J. Nhamirre

Geliat teror kelompok Ahlu Sunnah Wa-Jamo (ASWJ) di Mozambik dinilai berpotensi memicu krisis keamanan di selatan Afrika. Itu sebabnya negara jiran Botswana, Zambia dan Zimbabwe berembuk dan meminta campur tangan negara-negara anggota Komunitas Perkembangan Selatan Afrika (SADC).

Dalam pertemuan di ibukota Zimbabwe, Harare, Selasa (19/5), kepala pemerintahan dari ketiga negara mengecam “serangan bersenjata dan aksi sabotase yang dilakukan oleh kelompok teroris,“ di provinsi Cabo Delgado, di timur laut Mozambik.

Sepanjang bulan Mei ini, sayap militer ASWJ yang menamakan diri sebagai Ansar al-Sunna sudah melancarkan 11 serangan mematikan. Sedikitnya 1.100 orang tewas sejak pertamakali kelompok teror itu aktif pada 2017 silam, demikian menurut Armed Conflict Location & Event Data Project (ACLED).

Eskalasi teranyar bermula akhir Maret lalu ketika ASWJ merebut pelabuhan strategis di Mocimboa da Praira dan mendudukinya selama 24 jam. Dua hari berselang para jihadis menyerbu kota Quissanga dan bercokol selama beberapa pekan.

Kelompok itu juga menyerang markas kepolisian dan membebaskan tahanan, membakar rumah serta gedung-gedung sekolah. April silam setidaknya 52 orang dibunuh atau dipenggal di Xitaxi lantaran menolak bergabung dengan Ansar al-Sunnah.

Pada saat yang sama kelompok bersenjata lain bergerak ke arah kota Mueda yang merupakan kampung halaman Presiden Filipe Nyusi. Namun mereka menghadapi perlawanan hebat dari tentara pemerintah dan akhirnya dipaksa mundur.

Dalam dua pertempuran terbesar sejak eskalasi teranyar, militer Mozambik sudah membunuh setidaknya 50 orang jihadis, klaim pemerintah pekan lalu. Sebanyak 42 kombatan ASWJ disebutkan tewas di Mocimboa da Praia dan delapan lainnya di kota Quissanga.

Standar kemanusiaan dalam perang melawan teror

Presiden Zimbabwe Emmerson Mnangagwa menyebut ancaman ASWJ sedemikian nyata dan mendesak negara-negara jiran agar “bahu membahu“ menyatukan kekuatan melawan geliat terorisme di Cabo Delgado.

“Pertemuan puncak organ luar biasa Troika ditambah Mozambik berkomitmen dan mendesak negara anggota SADC untuk membantu pemerintah Mozambik dalam perang melawan teroris dan kelompok bersenjata di sejumlah distrik di Cabo Delgado,“ begitu bunyi deklarasi bersama ketiga negara usai pertemuan di Harrare.

Organisasi HAM, Human Rights Watch, menyambut komitmen ketiga negara “dalam memperkuat upaya regional melindungi warga sipil.” Menurut HRW “sikap diam SADC dan Uni Afrika” turut melapangkan jalan bagi ASWJ, demikian organisasi tersebut dalam keterangan persnya, Rabu (20/5).

HRW mendesak SADC untuk mengirimkan “bantuan kemanusiaan“ bagi warga yang terdampak dan menyediakan “pelatihan militer“ bagi aparat keamanan lokal, sesuai standar hak asasi manusia.

Namun sejauh ini belum jelas apakah negara jiran bersedia mengirimkan dukungan militer. Ketika diisukan bakal menerjunkan pasukan ke Cabo Delgado, Menteri Pertahanan Zimbabwe Oppah Muchinguri-Kashiri menyebut kabar tersebut “keliru dan jahat.“

Sejauh ini kepolisian dan militer Mozambik lebih banyak dibantu oleh tentara bayaran. Provinsi Cabo Delgado yang menyimpan salah satu cadangan gas terbesar di dunia, mendatangkan investasi bernilai miliaran Dollar AS dari perusahaan-perusahaan multinasional.

Exxon Mobil Corp dan Total SA termasuk yang berinvestasi paling banyak dalam proyek gas di timur laut Mozambik, dengan total nilai mencapai USD 60 miliar. Menurut laporan Bloomberg, pemerintah di Maputo meyakini cadangan sumber daya alam di Cabo Delgado akan mampu menarik aliran dana investasi senilai 100 miliar Dollar AS dalam 25 tahun ke depan.

Namun HRW juga mewanti-wanti adanya tindak represif aparat keamanan yang mencatat serangkaian kasus pelanggaran HAM di provinsi tersebut. Sejak 2018 pemerintah melarang aktivitas media di dalam provinsi. Jurnalis yang tetap nekat menyambangi kawasan konflik di Cabo Delgado, ditangkap militer atau polisi.

Aparat keamanan juga dituduh melakukan pembunuhan di luar hukum dan penyiksaan terhadap tahanan.

Agama sebagai katalisator

Layaknya kawasan lain yang kaya sumber daya alam di Afrika, limpahan gas di Cabo Delgado turut membawa petaka berupa kemiskinan dan ketimpangan ekonomi, klaim organisasi kemanusiaan.

Dalam sebuah pertemuan di Universitas Katholik di Pemba, Agustus 2019 silam, tujuh organisasi kemanusiaan terbesar di Mozambik meyakini kedua faktor tersebut sebagai akar konflik yang berpotensi menjalar menjadi bencana kemanusiaan.

Provinsi berpenduduk dua juta orang itu termasuk yang paling miskin di Mozambik. Lembaga bantuan AS, USAID, mencatat setidaknya 67% penduduk Cabo Delgado tidak mampu membaca atau menulis.

Temuan cadangan gas raksasa dan kehadiran perusahaan multinasional sejak dua dekade silam turut melambungkan harapan tinggi generasi muda akan datangnya kemakmuran.

Namun ketika harapan urung menjadi kenyataan, mereka lantas menjadi rentan bujukan kelompok militan. Agama diyakini menjadi katalisator bagi luapan amarah warga terpinggirkan.

“Kemiskinan yang luas tumbuh bersama ekspektasi sosial yang tinggi, tapi mengecewakan, dan memicu lahirnya konflik,” tulis ketujuh LSM yang mencakup organisasi keagamaan dan sosial, dalam keterangan pers-nya.

Kesimpulan serupa juga dihimpun Jerry Maquenzy dan Joao Feijo dalam sebuah studi pada tahun 2019 untuk lembaga nirlaba, Observatorio do Meio Rural.

rzn/as (ap, afp, rtr, dw, deutschlandfunk, allafrica, hrw, cdm)

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan deutsche welle. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab deutsche welle.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement