REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Malaysia melaporkan 35 kasus virus corona di sebuah pusat penahanan imigrasi pada Kamis (21/5). Kasus itu terungkap setelah pihak berwenang secara gencar-gencaran menangkap migran ilegal bulan ini di daerah-daerah yang menerapkan karantina wilayah.
PBB telah menyerukan Malaysia untuk menghentikan penyortiran tersebut karena telah menyebarkan ketakutan di antara komunitas migran. Pihak berwenang Malaysia telah menahan lebih dari 1.800 migran dalam setidaknya dua penggerebekan.
Upaya penggerebekan itu sebagai bagian dari langkah untuk menahan penyebaran virus corona. Padahal dengan mengumpulkan migran justru meningkatkan kekhawatiran bahwa mereka malah dapat meningkatkan risiko infeksi di pusat-pusat penahanan yang penuh sesak.
Kementerian Kesehatan mengatakan, ada 35 kasus yang dikonfirmasi dari 645 orang yang ditahan di satu blok di pusat penahanan imigrasi Bukit Jalil, di pinggiran ibu kota Kuala Lumpur. "Sumber infeksi masih dalam penyelidikan...kita perlu menyelidiki secara rinci sebelum membuat komentar," kata Direktur Jenderal Kementerian Kesehatan Noor Hisham Abdullah.
Noor Hisham mengatakan, 35 kasus positif termasuk 17 orang dari Myanmar, 15 dari India, dan satu kasus dari Sri Lanka, Bangladesh, dan Mesir. Mereka ditahan sebelum Malaysia memberlakukan pergerakan dan pembatasan bisnis pada 18 Maret dan tidak memiliki interaksi dengan orang lain yang ditahan setelah itu.
Pelapor Khusus PBB tentang hak asasi migran, Felipe Gonzalez Morales mengatakan, pendekatan Malaysia tidak membantu untuk mengekang pandemi virus corona. "Kampanye penindasan dan kebencian saat ini sangat merusak upaya untuk memerangi pandemi di negara ini," ujarnya.