Kamis 28 May 2020 06:57 WIB

Mahasiswa Muhammadiyah Dorong Kajian Relaksasi Rumah Ibadah

Jika new normal berlaku, kemungkinan rumah ibadah akan dibuka kembali.

Mahasiswa Muhammadiyah Dorong Kajian Relaksasi Rumah Ibadah Umat Islam melaksanakan sholat zhuhur di Masjid Raya Batam, Kepulauan Riau, Rabu (27/5/2020). Pemerintah Kota Batam telah membuka kembali tempat ibadah dengan protokol kesehatan yang diperketat.
Foto: ANTARA/M N Kanwa
Mahasiswa Muhammadiyah Dorong Kajian Relaksasi Rumah Ibadah Umat Islam melaksanakan sholat zhuhur di Masjid Raya Batam, Kepulauan Riau, Rabu (27/5/2020). Pemerintah Kota Batam telah membuka kembali tempat ibadah dengan protokol kesehatan yang diperketat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (DPP IMM) Imam Alfian Kadir mendorong perlunya kajian mendalam soal relaksasi rumah ibadah di tengah wacana pelonggaran PSBB di massa era normal baru.

"Jika relaksasi new normal diterapkan, kemungkinan rumah ibadah akan dibuka kembali, tentu hal ini perlu dikaji secara mendalam," kata Imam saat dihubungi, Rabu (27/5).

Baca Juga

Dia mengatakan kajian itu, salah satunya terkait pertimbangan keselamatan umat beragama di Indonesia dari bahaya penularan Covid-19. Menurut dia, akan ada pro dan kontra terkait relaksasi rumah ibadah.

Misalnya umat dari kalangan umat Islam sebagaimana disuarakan Majelis Ulama Indonesia yang masih mempertanyakan urgensi kenormalan baru jika diterapkan di tempat ibadah. "Sebab hal ini memiliki konsekuensi terhadap sosio-psikologis umat Muslim. Kita bisa berkaca pada ibadah Sholat Idul Fitri ada yang melaksanakan di masjid dan ada yang memilih di rumah, dua silang pendapat ini tentu akan berdampak pada kebijakan relaksasi di masjid di masa new normal," katanya.

Di aspek lain, Kadir mengkritik rencana kebijakan normal baru dengan pelonggaran aktivitas sosial oleh Presiden Joko Widodo. "DPP IMM Menilai dalam situasi seperti ini, pilihan new normal berbahaya dan cenderung menjerumuskan rakyat kepada wabah Covid-19," kata dia.

Dia mengatakan kasus Covid-19 di Indonesia masih terlalu tinggi dan belum ada penurunan yang signifikan. "Dari data Kemenkes per Selasa, 26 Mei 2020 saja ada 415 kasus baru dengan total 23.165 pasien positif di seluruh Indonesia, artinya kebijakan new normal seperti apa yang disampaikan Bapak Presiden adalah kebijakan yang abnormal," katanya.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement