Kamis 28 May 2020 15:15 WIB

MUI: Penerapan New Normal Jangan Gegabah

Penyelamatan nyawa rakyat lebih diutamakan daripada penyelamatan ekonomi.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Fakhruddin
Wakil Ketua Umum MUI KH Muhyiddin Junaidi didampingi pimpinan MUI saat memimpin pertemuan dengan pimpinan ormas Islam tingkat pusat di Gedung MUI Pusat, Jakarta, Kamis (12/3).
Foto: Republika/Prayogi
Wakil Ketua Umum MUI KH Muhyiddin Junaidi didampingi pimpinan MUI saat memimpin pertemuan dengan pimpinan ormas Islam tingkat pusat di Gedung MUI Pusat, Jakarta, Kamis (12/3).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) sepakat rumah ibadah di wilayah yang aman dibuka kembali seiring diterapkannya tatanan kenormalan baru atau new normal. Tapi MUI meminta pemerintah jangan gegabah dalam penerapan new normal karena keselamatan nyawa rakyat harus tetap diutamakan.

Wakil Ketua Umum MUI, KH Muhyiddin Junaidi mengatakan, MUI telah menggelar rapat pimpinan untuk membahas tentang new normal. Secara umum MUI menegaskan bahwa new normal bisa dilakukan apabila telah memenuhi syarat-syarat.

"Pertama, tidak adanya kasus virus corona (Covid-19) atau menurunnya jumlah orang yang yang terpapar Covid-19 secara drastis," kata KH Muhyiddin saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (28/5).

Ia menyampaikan, syarat kedua, perlu ada sosialisasi kepada publik secara masif dan diviralkan di seluruh media bahwa kondisi wilayah yang terpapar Covid-19 sudah membaik. Ketiga, pemerintah tetap memberikan bantuan kepada masyarakat yang terpapar atau terdampak Covid-19 karena sudah ada anggarannya.

Keempat, harus ada semacam pedoman dalam penerapan new normal seperti mengikuti protokol kesehatan nasional. "Kelima, kami minta apabila nanti ada sedikit kenaikan kurva (orang yang terpapar Covid-19), maka new normal perlu dipertimbangkan kembali," ujarnya.

KH Muhyiddin menegaskan, new normal bukan berarti membolehkan segalanya. MUI tetap meminta kepada pemerintah agar penyelamatan nyawa rakyat lebih diutamakan daripada penyelamatan ekonomi. Kalau new normal diterapkan secara gegabah tanpa studi terlebih dahulu dan tanpa ada pembahasan secara komprehensif bersama semua stakeholder di masyarakat, dikhawatirkan akan menimbulkan dampak negatif.

"Kita sangat khawatir terjadinya gelombang kedua dari Covid-19, serangan gelombang kedua biasanya lebih masif dan mematikan dan sangat berbahaya," jelasnya.

Ia mengingatkan, pemerintah pada saat mengeluarkan kebijakan new normal jangan ambigu. Artinya kementerian jangan memiliki kebijakan masing-masing yang kontradiktif, sehingga menimbulkan kebingungan terhadap masyarakat di tingkat bawah. 

MUI juga meminta agar Fatwa MUI tetap ditegakkan, wilayah yang sudah bisa mengendalikan Covid-19 bisa melaksanakan ibadah secara berjamaah di rumah ibadah dengan tetap hati-hati dan menerapkan protokol kesehatan. Di wilayah yang belum bisa mengendalikan Covid-19, pemerintah harus tetap menerapkan kebijakan protokol kesehatan.

"Kita tak mau pembukaan rumah ibadah secara semberono tanpa diikuti protokol kesehatan nanti akan menimbulkan masalah baru, apabila kurva (penyebaran Covid-19) naik khawatir yang akan dituduh adalah umat Islam, gara-gara shalat jamaah," jelasnya.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement