Kamis 28 May 2020 18:49 WIB

Bukti Allah SWT Menjaga Rasulullah SAW dari Kesalahan

Allah SWT senantiasa menjaga Rasulullah dari kesalahan dengan wahyu.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Nashih Nashrullah
Allah SWT senantiasa menjaga Rasulullah dari kesalahan dengan wahyu.   Kaligrafi Muhammad SAW.
Foto: wikipedia
Allah SWT senantiasa menjaga Rasulullah dari kesalahan dengan wahyu. Kaligrafi Muhammad SAW.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Nabi Muhammad SAW ma'shum atau terjaga dari kesalahan, tetapi ketika dalam konteks tertentu ketika tidak ada wahyu lantas beliau berijtihad. Ijtihadnya beliau pernah keliru dan Allah SWT langsung mengoreksinya dengan menurunkan wahyu.  

Ustadz Ahmad Sarwat, Lc MA dalam bukunya "Menjawab Tuduhan Terhadap Fiqih" menyampaikan, ada banyak bukti bahwa ijtihad beliau dikoreksi Allah SWT. Misalnya dalam kasus surat Abasa dan tawanan Perang Badar.  

Baca Juga

Waktu itu, Nabi Muhammad SAW sempat memperlihatkan muka masam kepada sesorang hamba sahaya yang buta, dan hal ini diabadikan di dalam Alquran surat yang dinamakan surat Abasa artinya bermuka masam ayat 1-4:   

عَبَسَ وَتَوَلّٰٓى اَنۡ جَآءَهُ الۡاَعۡمٰىؕ وَمَا يُدۡرِيۡكَ لَعَلَّهٗ يَزَّكّٰٓى اَوۡ يَذَّكَّرُ فَتَنۡفَعَهُ الذِّكۡرٰىؕ

"Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa) atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya." 

Ustadz Sarwat menjelaskan asbabun-nuzul dari surat Abasa. Surat ini berisi kisah bagaimana Allah SWT menegur sikap Nabi Muhammad SAW yang memalingkan wajah dari orang yang datang kepada beliau.  

Saat itu beliau bermuka masam karena sedang berharap bisa mengajak para pembesar Quriasy, tetapi yang datang malah orang yang tidak terlalu diharapkan. Itu teguran sekaligus koreksi langsung oleh Allah SWT kepada beliau yang keliru dalam bersikap. 

Koreksi lain adalah terkait tawanan Perang Badar. Malaikat Jibril ketika itu tidak kunjung datang membawa wahyu, padahal saat itu sangat dibutuhkan kepastian hukum tentang apakah boleh perang dihentikan dan musuh dijadikan tawanan, ataukah perang harus tetap dilanjutkan dan musuh harus dibunuh tidak tersisa. 

"Terpaksa beliau berijtihad. Dan ijtihad beliau SAW saat itu adalah menghentikan perang dan menjadikan musuh sebagai tawanan," kata Ustadz Sarwat. 

Akan teapi siapa sangka, setelah ijithad dijalankan, barulah Jibril turun membawa wahyu berisi teguran atas kekeliruan ijtihad beliau yang diabadikan dalam surat Al Anfal 67: مَا كَانَ لِنَبِىٍّ أَن يَكُونَ لَهُۥٓ أَسْرَىٰ حَتَّىٰ يُثْخِنَ فِى ٱلْأَرْضِ

"Tidak patut bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi."     

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement