REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Publik Interest Lawyer Network (Pilnet) Indonesia, Erwin Natosmal Oemar menilai, pelibatan TNI dalam penanganan terorisme sudah jauh dari tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) TNI dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia. Pilnet menegaskan, isu terorisme adalah isu penegakan hukum bukan isu pertahanan.
"Isu terorisme adalah isu penegakan hukum, bukan isu keamanan. Jadi meletakan TNI dalam penanganan terorisme sangat tidak tepat dan merusak sistem peradilan pidana terpadu kita,” katanya dalam keterangan tertulis, Rabu (28/5).
Untuk itu menurutnya, pelibatan TNI dalam rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Tugas TNI dalam mengatasi aksi terorisme tidak tepat. Erwin melanjutkan, pelibatan TNI dalam penanganan terorisme sudah jauh dari tugas pokok dan fungsi (tupoksi) TNI dan tidak sesuai dengan sistem ketatanegaraan di Indonesia.
Ia mengatakan, pelibatan TNI dalam penanganan terorisme merupakan last resort (upaya paling terakhir) untuk kondisi-kondisi tertentu. Namun, dengan catatan memastikan adanya revisi UU Peradilan Militer.
"Sepanjang UU Peradilan Militer belum direvisi, maka akan sulit bagi kita untuk menagih transparansi pelanggaran hukum yang dilakukan oleh TNI. DPR harus patuh dan cermat melihat posisi ketatanegaran TNI dalam konstitusi kita. Jangan hanya karena kehilangan akal, capaian reformasi kita mundur jauh ke belakang," katanya
Ia mengingatkan, salah satu implikasi serius jika Perpres yang memperbolehkan TNI menangani terorisme itu disahkan adalah minimnya akuntabilitas pertanggungjawaban militer jika melanggar hukum. DPR, lanjut dia, juga harus melihat reformasi yang selama ini terus diupayakan.